PPKM Darurat

Apindo Terima Banyak Keluhan dari Pengusaha Karena Penerapan PPKM Darurat Dinilai Ruwet dan Ambigu

Dalam masa PPKM Darurat yang berjalan sejak 3 Juli 2021 ini, Apindo mengakui menerima banyak keluhan dari para anggotanya di berbagai daerah.

Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Darajat Arianto
TRIBUNJABAR.ID/M RIZAL JALALUDIN
ILUSTRASI Sidak ke PT Yongjin di Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (8/7/2021). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita

TRIBUNJABAR. ID, BANDUNG - Adanya aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dikeluhkan oleh berbagai lapisan masyarakat termasuk Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat. 

Dalam masa PPKM Darurat yang berjalan sejak 3 Juli 2021 ini, Apindo mengakui menerima banyak keluhan dari para anggotanya di berbagai daerah.

Keluhan ini terjadi karena adanya penerapan PPKM Darurat dengan perbedaan persepsi tajam di lapangan.

Baca juga: Ketua DPRD Temukan Banyak Pelanggaran di Pabrik dengan 5.000 Karyawan, Sidang Dilakukan Besok

Ketua Apindo Jabar, Ning Wahyu Astutik memberikan contoh, yaitu adanya aturan penerapan 50% operasional di perusahaan esensial.

"50% karyawan yang harusnya masuk ini terkena penyekatan dan tidak bisa menembus sekat tersebut, sehingga terpaksa balik kanan, " ujar Ning, Jumat (9/7/2021).

Dalam masa PPKM Darurat berbagai ruas jalan di beberapa titik memang ditutup. 

Hal ini membuat pengendara harus memutar arah lain untuk menemukan jalan menuju lokasi yang dituju. 

Padahal kata Ning, karyawan tersebut sangat dibutuhkan kehadirannya di kantor.

"Hal ini terjadi di beberapa tempat, misalnya di Depok dan Bogor. Jadi apa syarat mereka boleh melintasi sekat tersebut? Ini jadi ruwet, karena tidak diatur dengan jelas," ucapnya. 

Hal lainnya yang mengundang perbedaan persepsi, dikatakan Ning terdapat dalam kalimat "Instruksi Menteri Dalam Negeri No 18 tahun 2021.

Dalam aturan tersebut menyebutkan untuk poin e dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50% persen staf hanya di fasilitas produksi atau pabrik, serta 10%, untuk pelayanan administrasi perkantoran guna mendukung operasional. 

"Perusahaan banyak yang harus mengejar ekspor. untuk mereka mampu membayar gaji karyawan ditengah situasi sulit ini.  perusahaan ini juga sudah memiliki IOMKI, dan mereka perusahaan esensial, yang kemudian bekerja menerapkan 2 shifts, dimana shift pertama 50%, shift kedua 50%," ungkapnya. 

Ketika masuk kerja pun tentu para pekerja sudah menerapkan protokol kesehatan

Menurutnya dengan aturan shift 50% seharusnya tidak menjadi masalah karena tidak akan membuat kepadatan di lingkungan pekerjaan. 

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved