Cegah RS di Indramayu Tutup, Bupati: Harus Izin Saya, Jangan Sembarangan Tutup

Bupati Indramayu meminta rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayahnya jangan sekehendak sendiri dan sembarangan menutup diri

Penulis: Handhika Rahman | Editor: Mega Nugraha
istimewa
Bupati Indramayu Nina Agustina berkomitmen mewujudkan Indramayu Bermartabat. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman

TRIBUNCIREBON.COM, INDRAMAYU- Kelangkaan oksigen membuat banyak rumah sakit di Bandung Raya menutup pelayanannya. Selain kelangkaan oksigen, juga dipengaruhi lonjakan kasus Covid-19 dan ruang perawatan yang penuh. 

Di Indramayu, Bupati Indramayu meminta rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayahnya jangan sekehendak sendiri dan sembarangan menutup diri atau lock down sekalipun kondisinya berat. 

Baca juga: Banyak Jenazah Covid-19 Ditolak, Wakil Bupati Karawang Aep Syaepuloh Wakafkan Tanah untuk Makam

"Tidak boleh asal lockdown, pelayanan tidak boleh lockdown, dan jika ada lockdown harus seizin saya sebagai Ketua Gugus Tugas," ujar Bupati Indramayu Nina Agustina di Indramayu, Senin (5/7/2021).

Masih disampaikan Bupati Indramayu Nina Agustina, Satgas Covid-19 Kabupaten Indramayu akan mengkaji apakah perlu dilakukan penutupan sementara atau tidak.

Ia berharap, optimalisasi pelayanan di fasilitas kesehatan ini dapat menanggulangi lonjakan kasus yang sekarang ini terjadi.

Berdasarkan update data pemantauan Covid-19 di Kabupaten Indramayu sampai dengan 5 Juli 2021, tercatat secara kumulatif total kasus Covid-19 sudah mencapai 12.212 orang.

Dengan rincian, masih menjalani perawatan 2.033 orang, 9.662 orang sembuh, dan 426 orang meninggal dunia.

Sedangkan untuk update ketersediaan Bed Occupancy Ratio (BOR) atau tempat tidur perawatan pasien Covid-19 sampai dengan hari ini, dari total 410 BOR, sebanyak 354 di antaranya sudah terisi.

Baca juga: Stok Oksigen Medis Pasien Covid-19 di RSUD Kota Bandung Hanya Cukup Hingga Pukul 00.00

Jangan Panic Buying

Epidemiolog Universitas Islam Bandung (Unisba), dr. Fajar Awalia Yulianto mengatakan, kondisi itu diakibatkan  tingginya permintaan  oksigen di masyarakat. Sehingga rantai distribusi yang semula telah terjadwal dengan baik, berubah total.

"Kelangkaan oksigen medis karena hampir semua orang berburu oksigen untuk berjaga-jaga jika ada anggota keluarganya yang mengalami keluhan sesak nafas," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Senin (5/7/2021).

Bahkan, bila kelangkaan oksigen medis ini tidak segera ditangani, berpotensi meningkatkan angka kematian pasien terkonfirmasi Covid-19 yang tengah menjalani perawatan di rumah sakit. 

"Kelangkaan oksigen di rumah sakit jelas akan pengaruhi angka kematian pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit," kata dia.

Lantas,  bagaimana jika pasien Covid-19 bergejala tidak bisa dirawat di rumah sakit lalu akhirnya menjalani isolasi mandiri di rumah.

"Itu sebabnya telemedicine sekarang akan menjadi program yang digulirkan RK (Ridwan Kamil) untuk penduduk Jabar. Sesak nafas merupakan keluhan subyektif, harus dinilai secara obyektif. Petugas medis paramedis menentukan urgensi oksigen untuk setiap keluhan sesak," katanya.

Baca juga: Pasien Covid-19 Isoman dan Ancaman Happy Hypoxia saat Oksigen Langka dan RS Penuh

Hanya saja, jika merujuk pada tingkat saturasi oksigen normal manusia dewasa yakni di atas 95 persen, bagaimana jika pasien Covid-19 yang isolasi mandiri di rumah tiba-tiba sesak nafas dengan saturasi di bawah 90 persen berdasarkan alat ukur oxymeter, kata dia, belum tentu itu perlu oksigen.

"Masih ada teknik proning untuk menunggu oksigen datang," katanya.

Proning merupakan teknik yang membantu paru-paru mengalirkan oksigen ke seleuruh tubuh. Saat mau memulai teknik proning, posisikan tubuh dalam kondisi berbaring,posisi tengkurap di permukaan datar seperti tempat tidur selama 30 menit hingga 2 jam.

Kemudian ganti posisi dengan berbaring menghadap kanan dengan durasi yang sama. Lalu, ganti posisi duduk dengan posisi 30 hingga 60 derajat. Setelah duduk, lakukan posisi berbaring menghadap kiri dengan durasi yang sama. Lalu, ganti ke posisi semi tengkurap. Lakukan semua posisi tadi dengan masing-masing berdutrasi 30 menit hingga 2 jam.

Dengan penjelasannya itu, dr Fajar Awalia Yulianto menerangkan, tidak semua pasien covid-19 memerlukan oksigen medis. Kecuali ada pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit.

Dengan kelangkaan oksigen saat ini, pasien Covid-19 gejala berat dan kritis yang menjalani perawatan di rumah sakit berhak mendapat prioritas.

Baca juga: Denda Rp 25 Juta, 5 Orang di Indramayu Melanggar Protokol Kesehatan Bukti PPKM Darurat Lebih Ketat

Selain itu, Fajar menuturkan, meski di tengah kelangkaan, bukan berarti masyarakat harus panic buying dalam memburu ketersediaan oksigen. Baik untuk dikonsumsi secara pribadi maupun upaya penimbunan barang dengan tujuan keuntungan ekonomi. 

"Tolong jangan panic buying. Lebih baik beli sesuai kebutuhan. Apalagi, sekarang banyak  saudara-saudara kita yang sedang dirawat di rumah sakit, yang jauh lebih membutuhkannya dan kita bisa menolong dengan berpikir secara logis," ucapnya.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved