Transformasi Pendidikan Untuk Antisipasi Learning Loss Pasca Pandemi Covid-19
Rektor UPI Prof.Dr.H.M.Solehuddin,M.Pd.,M.A ungkapkan pemikiran strategis tentang Transformasi Pendidikan Untuk Antisipasi Learning Loss Pasca Pandemi
Namun, setelah pandemi berlalu, sekadar menormalkan praksis sekolah tidaklah cukup; yang kita perlukan adalah transformasi pendidikan, yaitu “desain besar” untuk mengubah pendidikan secara mendasar. Benang merahnya bukan menaikan APK atau APM seperti yang kini dominan dilakukan, tetapi melakukan transformasi kurikulum sekolah dan sistem pembelajaran secara menyeluruh dan mendasar, baik dominasi kontennya maupun remodeling proses pembelajarannya, yang didukung oleh segenap ekosistem yang kondusif.
Prof. Dr. M. Solehuddin, M.Pd., MA menjelaskan bahwa Transformasi tidak boleh secara langsung memperbaiki aplikasi dan praksis sekolah, sebab akan terpeleset ke pameo "more of the same.” Transformasi kurikukum dan pembelajaran perlu dilakukan dari padat konten ke padat proses belajar. Kompetensi literasi & numerasi dasar adalah modal bagi para siswa agar memiliki “learnacy.”
Menurut Guy Claxton (2006) learnacy adalah kekuatan siswa berupa kemauan dan kemampuan belajar terus-menerus hingga mencapai kompetensi yang diinginkan. Di era digital, learnacy itu diperkaya dengan literasi media digital, literasi digital, dan literasi manusia. Di atas fondasi literasi dasar itu adalah berbagai aplikasi literasi & numerasi untuk mendorong siswa untuk terus belajar dan mencapai berbagai kompetensi pendidikan yang wajib dan/atau pilihan yang diukur sesuai standar.
Menurut, Prof. Dr. M. Solehuddin, M.Pd., MA, dengan fondasi “learnacy” yang kuat, para siswa akan dengan mudah terlibat dalam proses belajar secara terus-menerus; niscaya pula para siswa akan dengan mudah memperoleh dan memutakhirkan kecakapan mulai dari yang paling praktis (applied skills), kecakapan berfikir kritis dan kreatif, hingga internalisasi nilai-nilai karakter.
Ke depan, kurikulum sekolah tidak seharusnya berupa kumpulan mata pelajaran karena itu adalah konsep yang relatif “kuno” dan telah ditinggalkan oleh banyak negara maju. Alternatifnya, kurikulum sekolah diorganisir sebagai kumpulan program pendidikan yang masing-masing dirancang untuk membentuk kompetensi atau kecakapan tertentu sesuai dengan kebutuhan siswa.
Pada akhir sambutanya, Prof. Dr. M. Solehuddin, M.Pd., MA menjelaskan bahwa untuk mengurangi learning loss yang mungkin akan terjadi sebagai akibat dari pandemi ini, beberapa tindakan yang perlu dilakukan segera di antaranya adalah merancang “Kurikulum Sekolah Era Pandemi (KSEP)” yang praktis dan aplikatif.
Dengan Kurikulum 2013 yang padat konten, sulit mendorong anak untuk belajar secara mandiri di rumah. Kapasitas belajar siswa sangat terbatas; sekarang mereka harus mengerjakan tugas-tugas di rumah dari semua guru mata pelajaran yang masing-masing sarat dengan konten teoritis. Cara belajar seperti ini hanya membuat anak-anak stress dan panik. Dengan KSEP tersebut guru-guru tidak harus menyampaikan teori mata pelajaran, tetapi melatih anak belajar secara praktis untuk mencapai kompetensi minimum literasi dan numerasi.