GoJek Resmi Tetapkan Tambahan Biaya Jasa Aplikasi, Pengamat Ekonomi Unpad Sebut Wajar, Ini Alasannya
GoFood salah satu layanan yang diberikan GoJek secara resmi menetapkan tambahan biaya jasa aplikasi kepada konsumen pada setiap pemesanan
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Siti Fatimah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - GoFood yang merupakan salah satu layanan yang diberikan GoJek, secara resmi menetapkan tambahan biaya jasa aplikasi kepada konsumen pada setiap pemesanan sebesar Rp 2.000 - Rp 3.000, sejak 24 Mei 2021.
Penambahan biaya jasa aplikasi pada GoFood itu kemudian mendapat kritik dari beberapa konsumen lewat media sosial karena dinilai tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan kepuasan konsumen.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Padjajaran, Ina Primiana, menilai keputusan Gojek memberlakuan biaya jasa aplikasi kepada konsumen adalah hal yang wajar.
Baca juga: Antrean Driver GoFood di McD Order BTS Meal, Pihak Gojek: Kami Kedepankan Protokol Kesehatan
Hal ini disebabkan ada biaya yang harus dimunculkan untuk meningkatkan kualitas layanan sesuai kebutuhan konsumen.
"Pertama dari sisi Gojek sebagai perusahaan, ya itu sah-sah saja. Konsumen kan tidak tahu apa yang akan dibangun kembali oleh Gojek untuk meningkatkan pelayanan, dan pasti membutuhkan biaya. Gojek dengan database yang dimiliki pasti sudah mengamati apa yang dibutuhkan oleh konsumennya, sehingga tahu apa yang harus ditingkatkan dan dikembangkan," ujar Ina melalui siaran digital, Senin (14/6).
Selain itu, Ina pun menilai saat ini konsumen memiliki banyak pilihan sehingga punya kebebasan untuk mendukung aplikator meningkatkan layanan dengan konsekuensi biaya tambahan atau memilih layanan dari aplikator yang lain.
Baca juga: Merger Gojek dan Tokopedia Bikin Investor Asing Tergiur, Kini Kuasai 86,37% Kepemilikan GoTo
"Lalu yang kedua, dari sisi konsumen, itu pilihan, kalau mau apliaksi yang ia gunakan memberikan peningkatan layanan, biasanya ada biaya tambahan yang harus dibayarkan. Dan itu pilihan konsumen untuk tetap menggunakan layanan itu atau meninggalkan," katanya.
Ina mengatakan provider sangat tergantung dengan permintaan atau demand.
Ketika permintaan tinggi, provider boleh saja mengatur harga, apalagi jika untuk meningkatkan kualitas layanan.
"Begitulah hukum supply demand, sekarang kembali lagi ke konsumen, karena yang memilih kan konsumen. Kalau banyak yang tidak setuju dengan biaya tambahan ini, ya pasti konsumen berkurang. Coba saja lihat ke depan. Ada tidak fitur tambahan atau program peningkatan layanan lain. Jika dirasa biaya yang dibayarkan tidak sesuai, ya konsumen bisa tinggalkan saja," katanya.
Baca juga: Kolaborasi Gojek dan Tokopedia Bakal Berdampak Luas, Bisa Turunkan Biaya Hingga Ongkos Produksi
Meski begitu, Ina meyakini keputusan yang dilakukan Gojek sudah tepat. Sebab sebagai perusahaan teknologi dengan pangsa pasar yang besar, Gojek memiliki database yang memungkinkan untuk melihat respon konsumen atas kebijakan yang berlaku.
Ina pun menilai peran Gojek sebagai aplikator karya anak bangsa cukup besar dalam menyerap tenaga kerja.
Peran ini semakin dirasakan saat pandemi Covid-19 melanda.
"Kita gak bisa nutup mata. Mereka (Gojek) bisa menciptakan lapangan kerja yang cukup besar. Selama ini masalah di Indonesia adalah gap yang terlalu tinggi antara pencari kerja dan kesempatan kerja. Sektor informal memiliki peran besar menyerap tenaga kerja, Gojek salah satunya," ungkapnya.
Baca juga: Dukung Percepatan Vaksinasi, Gojek dan Halodoc Hadirkan Pos Vaksinasi Covid-19 Drive Thru
Inovasi Gojek juga dinilai berhasil membuat UMKM naik kelas dengan memperluas pangsa pasar.