Tunjangan Hari Raya
Ramai keluhan THR Non-ASN di Kolom Komentar IG Live Ridwan Kamil, Ini Tanggapan Kang Emil dan Sekda
Ridwan Kamil pun memberikan respons singkat dan meminta Sekda Jabar segera menyelesaikannya.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Hermawan Aksan
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Keluhan dari para pegawai non-ASN mengenai THR yang belum cair menjelang Lebaran sempat membanjiri kolom komentar live instagram Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Akhirnya, Ridwan Kamil pun memberikan respons singkat dan meminta Sekda Jabar segera menyelesaikannya.
"Komen THR, THR, THR non-ASN. Kumaha sih Pak Sekda teh," katanya singkat dalam live instagram mengenai brand lokal UMKM pada Senin (10/5/2021), yang potongan videonya beredar di sejumlah grup media sosial.
Baca juga: Non-ASN Jabar belum dapat THR, Irfan Suryanagara: Sangat Melukai Perasaan Kami
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja pun mengatakan pemberian tunjangan hari raya (THR) Lebaran tahun ini bagi pegawai non-ASN di daerah terbentur aturan hukum yang ditetapkan pemerintah pusat.
Setiawan mengatakan, pihaknya juga menerima banyak pertanyaan dan keluhan dari pegawai non-ASN terkait THR.
Namun, karena terbentur aturan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak bisa melahirkan kebijakan yang berbeda dari pemerintah pusat.
Setiawan mengatakan yang menjadi rujukan pemerintah daerah dalam pemberian THR dan gaji ke-13 adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 tahun 2021 tentang THR dan gaji ke-13.
Dalam PP itu tersebut dijelaskan bahwa target penerima THR adalah ASN dan P3K (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja), pegawai non-ASN di Lembaga Pemerintah non-Kementerian, Sekretariat DPR dan non ASN yang berada di BLU (Badan Layanan Umum) atau BLUD (Badan Layanan Umum Daerah).
“Di daerah, yang non-PNS kalau kita menjabarkan dari PP 63 itu, non-PNS yang dapat hanya yang bekerja di lingkungan BLUD karena memang di UU-nya seperti itu. Tenaga non-ASN lainnya memang tidak dapat berdasarkan PP 63 tahun 2021,” katanya di Bandung, Selasa (11/5/2021).
Merujuk peraturan tersebut, katanya, hanya non-ASN yang bekerja di BLUD seperti rumah sakit yang bisa mendapatkan THR.
Hal tersebut sesuai aturannya dari pemerintah pusat.
Setiawan mengatakan, pihaknya sudah berikhtiar agar pegawai non-ASN di luar BLUD juga bisa mendapat THR.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sudah membuat dua peraturan gubernur (pergub) untuk THR ASN dan non-ASN.
Dua pergub ini, menurut Setiawan, sudah disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk mendapat rekomendasi dan fasilitasi.
“Mendagri hanya dapat memberikan fasilitasi untuk pemberian THR dan Gaji ke-13 bagi ASN, sedangkan yang non-ASN di luar BLUD tidak diberi rekomendasi/fasilitasi karena sesuai dengan PP63/2021,” katanya.
Kemendagri dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, ujarnya, sudah menyosialisasikan aturan tersebut.
Pihaknya sendiri sudah meminta agar semua kepala organisasi perangkat daerah (OPD) menjelaskan beleid ini di lingkungan kerja masing-masing.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah pegawai honorer atau non-ASN di Jawa Barat belum mendapat THR, bahkan ada yang belum mendapat gaji atau honor bulan April.
Mereka yang memiliki usaha sampingan, baru bisa mengandalkan uang dari usahanya itu untuk berbelanja menjelang hari raya.
Seorang guru non-ASN di sebuah SMK negeri di Kota Bandung, NA, mengatakan dia dan guru honorer lainnya belum mendapat THR untuk Lebaran tahun ini. Bahkan gaji atau honor bulan April pun, ujarnya, belum diterimanya.
"Kalau tahun kemarin, THR turun empat hari sebelum Lebaran. Kalau sekarang, gaji April juga belum dapet. THR apalagi. Tapi tahun ini lumayan sih, gaji turun hampir tiap bulan, kecuali April yang belum," kata NA melalui ponsel, Selasa (11/5/2021).
NA mengatakan, untuk berhari raya, pihak sekolah baru bisa memberikan paket sembako dan uang kadeudeuh dari koperasi sekolah.
NA pun bersyukur masih bisa mendapat uang tambahan dari usaha sampingannya.
"Tapi kasihan honorer yang tidak punya usaha sampingan. Cuma bisa pasrah aja itu mah atau pinjam sana-sini munhkin."
"Makanya guru-guru juga saling bantu. Kalau ada yang jualan, beli-beli aja langsung," katanya.
Pihak sekolah, kata NA, menjelaskan bahwa kerumitan regulasi dan aplikasi online dari Kemendagri menjadi penyebab belum cairnya THR para honorer.
Tidak hanya para guru, katanya, hal ini pun dialami pegawai non-ASN dari dinas lainnya.
Pegawai non-ASN di salah satu dinas di Pemprov Jabar, AP, mengatakan ia pun belum mendapat THR tahun ini dari kantor dinasnya.
Kantornya menjelaskan bahwa masalah THR ini berkaitan dengan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat.
"Semua non-ASN tidak dapat THR gara-gara aturan dari pemerintah pusat," kata AP melalui pesan singkat.
Kantornya pun, katanya, memberi penjelasan terkait dengan kendala pemberian THR bagi non-ASN tahun ini.
Sebagai landasan aturan, hal ini mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2021 tentang THR dan Gaji ke-13 di lingkungan ASN.
Peraturan itu menyatakan pegawai non-ASN yang dapat diberikan THR hanya di lingkungan Lembaga Kementerian NonKementerian (LPNK), Sekretariat DPR, dan Badan Layanan Umum atau BLU.
Di pemerintah daerah, hanya dapat diberikan kepada Non-ASN di lingkungan BLUD.
Pemprov Jabar, kata AP, dinyatakan sudah menyusun dua peraturan gubernur terkait hal ini, yakni THR untuk ASN dan non-ASN, serta telah disampaikan ke Kemendagri untuk mendapatkan rekomendasi atau fasilitasi.
Namun, katanya, Mendagri hanya dapat memberikan fasilitasi untuk pemberian THR dan gaji ke-13 bagi ASN.
Adapun non-ASN di luar BLUD tidak diberikan rekomendasi atau fasilitasi THR, sesuai dengan PP Nomor 63 Tahun 2021 tersebut.
AP pun menyayangkan pemerintah bisa-bisanya membuat kebijakan yang begitu rumit dan akhirnya seperti menganaktirikan non-ASN.
Padahal selama ini, non-ASN pun harus bertugas secara maksimal sampai melebihi target dan jam kerja.
"Saya tidak ingin nanya apa landasan hukum dari kebijakan itu. Yang ingin saya tanyakan adalah apa landasan berpikir dari mereka yang bikin landasan hukum itu," katanya.
AP pun mengkritisi pemerintah daerah yang dinilai terlambat dalam mengambil langkah antisipasi.
"Sebenarnya banyak jalan, tapi pemerintah daerah sepertinya telat mengambil langkah," katanya. (*)