KKB Papua Jadi Teroris
Penyebutan Teroris untuk KKB, Masyarakat Diminta Tak Khawatir, Beraktivitas Seperti Biasa
Penyebutan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua sebagai teroris menimbulkan berbagai reaksi.
TRIBUNJABAR.ID - Penyebutan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua sebagai teroris menimbulkan berbagai reaksi.
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani meminta masyarakat untuk tak khawatir.
Jaleswari mengatakan, keputusan itu sudah melalui pertimbangan yang matang.
"Diambil dengan pertimbangan yang matang, dengan memperhatikan masukan dan analisis dari berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar pemerintah," kata Jaleswari melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (30/4/2021).
Berdasarkan data Gugus Tugas Papua PPKK Fisipol UGM, selama 2010-2020 terdapat 118 kasus kekerasan yang pelakunya merupakan KKB.
Kemudian, korban jiwa dari kasus kekerasan mencapai 356 orang, terdiri dari 93 persen masyarakat sipil dan TNI-Polri. Sisanya merupakan anggota KKB.
Menurut Jaleswari, penyebutan organisasi/individu teroris di Papua ini secara limitatif hanya dilekatkan pada organisasi atau orang yang melakukan perbuatan serta motif sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Antara lain perbuatan kekerasan, menimbulkan teror, perusakan fasilitas publik, dan dilakukan dengan motif politik dan gangguan keamanan," tutur dia.
Baca juga: KKB Papua Resmi Jadi Organisasi Teroris, Densus 88 Antiteror Akan Ikut Memburu
Baca juga: KKB Dilabeli Teroris, Pemerintah Provinsi Papua Minta Pemerintah Pusat Lakukan Kajian Komprehensif
Penyebutan KKB sebagai organisasi/individu teroris dimaksudkan untuk mengefektifkan penegakan hukum yang dilakukan pemerintah terhadap KKB.
Kendati demikian, Jaleswari menyebut, pemerintah akan memastikan tindakan penegakan hukum yang dilakukan aparat tidak eksesif dan berdampak negatif pada masyarakat.
"Kami mengharapkan agar organisasi masyarakat sipil, masyarakat adat dan gereja tidak khawatir dan tetap beraktivitas seperti biasa dalam melakukan kerja-kerja pengabdian masyarakat sesuai hukum yang berlaku," kata Jaleswari.
"Serta turut bekerja sama dalam melakukan pemantauan agar kegiatan penegakan hukum sejalan dengan prinsip-prinsip hukum dan HAM, sehingga harapan kita menciptakan provinsi Papua yang damai dan sejahtera bisa terwujud," tuturnya.
Jaleswari menambahkan, pemerintah tengah menyiapkan kerangka operasi yang komprehensif dan memperhatikan prinsip hak asasi manusia (HAM) menyusul keputusan ini.
Ia menyebut, pemulihan keamanan dan penghentian teror terhadap masyarakat merupakan tujuan utama.
"Serta tetap mengedepankan penyelesaian persoalan provinsi Papua dengan pendekatan kesejahteraan, misalnya dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 9 Tahun 2020," kata dia.