Ridwan Kamil Minta Pemerintah Tunda Impor Beras karena Jabar Sedang Panen Raya, Surplus 300 Ribu Ton

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, meminta pemerintah pusat menunda rencana impor beras di awal tahun ini yang bertepatan dengan panen raya.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
Tribun Jabar/ Muhamad Syarif Abdussalam
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, meminta pemerintah menunda dulu rencana impor beras karena di Jabar sedang surplus. 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, meminta pemerintah pusat menunda rencana impor beras di awal tahun ini yang bertepatan dengan panen raya.

Dia pun menawarkan kepada pemerintah pusat untuk menyerap saja hasil panen beras Jawa Barat yang mengalami surplus 322 ribu ton sampai April 2021.

"Daripada impor beras, mending beli produk dari jabar yang berlimpah lebih dari 300 ribu ton," kata Ridwan Kamil seusai mengikuti video konferensi dengan Gabungan Kelompok Tani se-Jawa Barat di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (17/3/2021).

Gubernur yang akrab disapa Emil ini mengatakan, Jawa Barat masih surplus beras dan sebentar lagi memasuki masa panen raya.

Jika tiba-tiba ada impor beras, katanya, bisa terbayang harga beras lokal akan terbanting.

Upaya petani yang tengah berjuang mencari kesejahteraan akan lenyap akibat impor beras di masa panen raya.

"Maka kami memeberikan usulan agar impor beras ditunda sehubungan dengan surplus panen. Kita ada 322 ribu ton, ini sudah berlebih, banyak sekali," katanya.

Surplus ini, katanya, di antaranya disebabkan kurangnya penyerapan dari Bulog.

Contohnya di Cirebon, biasanya Bulog membeli 130 ribu ton beras, namun kini hanya 21 ribu ton.

Impor beras pun, katanya, sebaiknya hanya dilakukan saat ada potensi krisis pangan.

"Masa sudah beras banyak, impor pula. Kalau posisinya krisis beras, saya kira masuk akal. Tapi ini kan surplus. Jangan sampai kebijakan impor beras ini menghantam kesejahteraan patani. Maka kami mengusulkan ke pemerintah, agar menunda beras impor, maksimalkan saja produksi Jabar yang melimpah," katanya.

Impor beras, katanya, akan sangat berpengaruh pada kesejahteraan petani, sehingga diperlukan manajemen penyediaan pangan yang baik dan teliti.

Pemerintah, menurut Emil, seharusnya lebih memperhatikan kesejahteraan petani dengan menunjukkan keberpihakan terhadap produk pertanian dalam negeri.

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat, Dadan Hidayat, mengatakan, konsumsi beras masyarakat Jawa Barat berdasarkan data BPS adalah 128,4 kg per kapita per tahun. Jika dikalikan dengan jumlah penduduk jawa Barat yang mencapai 49.350.000 orang, dibutuhkan 6.000.400 ton beras dalam setiap tahun.

"Januari sampai April, itu kan ada potensi panen. Dari produksi dan kebutuhan di Jabar masih ada surplus 322 juta ton beras, sampai dengan bulan April. Juga April ini memang lagi panen raya," katanya.

Dadan mengatakan pihaknya sudah menyerap aspirasi para petani yang menyatakan, sekarang sedang panen raya, dan tiba-tiba malah ada kebijakan impor. 

"Impornya kan belum, sebetulnya. Masih wacana, mudah-mudahan itu seperti yang disampaikan Gubernur bahwa Jawa Barat ini untuk sampai dengan bulan April tidak perlu impor karena kita masih surplus beras," katanya.

Pada tahun sebelumnya, kalau cadangan beras nasional memang kekurangan, pemerintah biasanya melakukan impor beras untuk keamanan pangan dan ketersediaannya.

"Cuma yang kita permasalahkan, untuk kasus Jawa Barat, untuk sampai dengan bulan April kita tidak perlu impor beras. Kenapa, dari kacamata bisnis saja, kita sudah surplus beras untuk sampai dengan bulan April," tuturnya.

Apalagi saat panen raya, katanya, harga gabah nasional turun.

Harga gabah kering panen berkisar Rp 4.200 per kilogram dan kini ada di angka Rp 3.800 sampai Rp 3.900 per kilogram. 

Juga gabah kering giling yang seharusnya Rp 5.300, sekarang hanya Rp 5.000 per kilogram.

"Penurunan harga dari bulan Februari sudah mulai terasa, karena konsekuensi dari panen raya dan sedang musim hujan. Biasanya kadar airnya tinggi, tidak sempat lagi menjemur, biasanya kualitasnya memang juga agak rendah karena kadar air yang tinggi," katanya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved