Gempa Bumi
Luhut Sempat Bilang Takut Megathrust: 70 Persen Alat Pendeteksi Gempa Bumi di Indonesia Masih Impor
Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Indonesia merupakan wilayah dengan potensi gempa bumi yang sangat banyak di dunia.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Indonesia merupakan wilayah dengan potensi gempa bumi yang sangat banyak di dunia.
Akan tetapi, kata Luhut, 70 persen alat pendeteksi dini gempa dan tsunami yang ada di Indonesia masih impor dari negara lain.
Luhut menyampaikan hal itu saat Rakornas Penanggulangan Bencana tahun 2021 melalui siaran kanal YouTube BNPB Indonesia, Kamis (4/3/2021).
Baca juga: 100 Alat Pendeteksi Gempa Bumi dan Tsunami akan Segera Dipasang pada 2021
Baca juga: Bagian-bagian Rumah yang Harus Dicek Setelah Terjadi Gempa, Jangan Sampai Kena Masalah Serius
“Kita termasuk gempa yang paling banyak di dunia. Alat kita mungkin 70 persen (impor) dari negara lain,” kata Luhut.
Luhut meminta kepada Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati agar bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bisa membuat alat deteksi gempa dan tsunami di Indonesia.
“Jangan semua impor saja,” ujarnya.
Luhut juga mengatakan, buoy atau pelampung untuk mendeteksi gelombang pasang dan tsunami sudah bisa dibuat di Indonesia.
Karenanya, upaya itu terus didorong agar daya saing produk Indonesia meningkat.

“Ternyata kita bikin buoy sudah bisa. Ya bikin buoy kita sendirilah, sehingga juga menciptakan lapangan kerja,” kata Luhut.
Gempa megathrust
Di bagian lain, Luhut juga menyinggung gempa megathrust yang ramai di media sosial.
"Kita ini takut megathrust. Megathrust yang bisa terjadi di pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa. Di mana, kapan, dan bagaimana itu yang kita tidak tahu," kata Luhut.
Lantas, apa itu megathrust?

Dalam wawancara dengan Kompas.com, Sabtu (7/4/2018), Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, megathrust bisa diartikan sesuai dengan kata penyusunnya.
Thrust merujuk pada salah satu mekanisme gerak lempeng yang menimbulkan gempa dan memicu tsunami, yaitu gerak sesar naik.
Dengan demikian, megathrust bisa diartikan gerak sesar naik yang besar.
Daryono menjelaskan, mekanisme gempa megathrust bisa terjadi di pertemuan lempeng benua.
Dalam geologi tektonik, wilayah pertemuan dua lempeng disebut zona subduksi. Sementara zona megathrust terbentuk ketika lempeng samudera bergerak ke bawah menunjam lempeng benua dan menimbulkan gempa bumi.
"Zona subduksi ini diasumsikan sebagai sebuah zona 'patahan naik yang besar' atau populer disebut zona megathrust," kata Daryono.
Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa.
"Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting)," terangnya.
Daryono menerangkan, jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman sekitar 50 kilometer, mencakup bidang kontak antar lempeng.
Megathrust bukan hal baru
Zona megathrust di Indonesia bukan hal baru karena sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.
Sebagai sebuah area sumber gempa, zona ini dapat memunculkan gempa bumi dengan berbagai magnitudo dan kedalaman.
Gempa megathrust dianggap menakutkan karena dianggap selalu bermagnitudo besar dan memicu tsunami.
"Namun, data menunjukkan sebagian besar gempa yang terjadi di zona megathrust adalah gempa kecil dengan kekuatan kurang dari 5,0," kata Daryono.
Menurut Daryono, yang terlibat dalam Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) 2017, zona megathrust di Indonesia berada di zona subduksi aktif seperti: Subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba Subduksi Banda Subduksi Lempeng Laut Maluku Subduksi Sulawesi Subduksi Lempeng Laut Filipina Subduksi Utara Papua.
Dalam wawancara dengan Kompas.com, 26 September 2020, Daryono mengatakan saat ini segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya.
Namun dia mengingatkan, seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar.
Besarnya kekuatan gempa tidak bisa diprediksi dan sangat bergantung pada gerak serta kedalamannya.
Data hasil monitoring BMKG menunjukkan, justru gempa kecil yang lebih banyak terjadi di zona megathrust.
Kendati demikian, zona megathrust juga dapat memicu gempa besar.
"Khusus segmen megathrust di selatan Jawa Barat dan Banten, wilayah ini memiliki potensi magnitudo maksimum M 8,8," katanya.
Gempa megathrust dan tsunami
Tidak setiap gempa megathrust menimbulkan tsunami.
Syarat terjadinya tsunami adalah gempa besar, hiposenter dangkal, dan gerak sesar naik.
Para ahli dan instansi tanggap darurat bencana terus melakukan penelitian dan pembaharuan data peta kerawanan gempa.
Jika terjadi gempa yang magnitudonya lebih besar dari gempa-gempa yang pernah terjadi sebelumnya, maka akan mengubah titik-titik kerawanan.
Untuk itulah perlunya dilakukan pemutakhiran Peta Sumber dan Bahaya Gempa di Indonesia pada periode waktu tertentu. (*)