Stres, Penyakit Fisik dan Sistem Kekebalan Tubuh

SETIAP individu di dunia tidak pernah terlepas dari stres. Setiap hari dan setiap saat, selalu saja ada hal yang bisa menyebaban stres

istimewa
Amanda Octacia Sjam, S.Psi., M.Si., Psikolog dari Santosa Hospital Bandung Central 

TRIBUNJABAR.ID,- SETIAP individu di dunia tidak pernah terlepas dari stres. Setiap hari dan setiap saat, selalu saja ada hal yang bisa menyebakan stres. Misalnya, adanya tuntutan yang berlebihan dari orang lain terhadap diri kita, membuat kita merasa pusing (migren), kemacetan lalu lintas, ketinggalan bus, dan mobil yang mesinnya tidak mau menyala membuat kita merasa tekanan darah naik dan menjadi mudah marah. Semua gejala tersebut menandakan bahwa diri kita telah atau sedang mengalami stres.

Amanda Octacia Sjam, S.Psi., M.Si., Psikolog dari Santosa Hospital Bandung Central, mengatakan bahwa stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa yang memunculkan stres dapat saja positif (misalnya merencanakan perkawinan) atau negatif (misalnya kematian keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai perisitiwa yang menekan (stressful event) atau tidak, tergantung pada respon yang diberikan individu terhadapnya.

Amanda Octacia Sjam, S.Psi., M.Si., Psikolog dari Santosa Hospital Bandung Central
Amanda Octacia Sjam, S.Psi., M.Si., Psikolog dari Santosa Hospital Bandung Central (istimewa)

Mengutip dari Neale, John M., Davison, Gerald C., Haaga, David A. F. 1996. Exploring Abnormal Psychology. New York : John Wiley & Sons, penelitian menunjukkan terbukti adanya hubungan antara stres dan penyakit, baik pada manusia maupun hewan. Mengetahui mekanisme antara stres dan penyakit merupakan hal yang penting. Beberapa penelitian telah mencoba mengetahui mekanisme tersebut dan menemukan bahwa stres ternyata dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, suatu sistem yang berperan penting pada muncul atau tidaknya penyakit infeksi, kanker, ataupun alergi.

"Beberapa penelitian menemukan bahwa stres memberikan pengaruh yang buruk pada fungsi kekebalan tubuh dan hal ini berarti dapat berhubungan dengan munculnya berbagai penyakit fisik. Perasaan depresi dan kehilangan yang mendalam terbukti mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Perasaan kehilangan ternyata dapat menyebabkan perubahan pada sistem kekebalan tubuh. Perubahan itu ternyata juga ditemukan pada orang-orang yang bercerai ataupun kehilangan pekerjaan mereka.

Stres lainnya pun dapat mengubah fungsi kekebalan tubuh, seperti misalnya cemas dalam menghadapi ujian ataupun merawat pasangan yang menderita sakit. Untuk menggambarkan adanya perubahan dalam sistem kekebalan tubuh manusia, di bawah ini akan dijelaskan sebuah penelitian berkaitan dengan hal tersebut," tutur Amanda.

Amanda menyebutkan bahwa penelitian ini berhubungan dengan air liur, dimana air liur mengandung antibodi yang berperan sebagai pertahanan pertama untuk melawan virus atau bakteri yang merugikan tubuh manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Stone, Cox et al. (dalam Neale, Davison & Haaga, 1996) ditemukan bahwa perubahan jumlah antibodi pada air liur berhubungan dengan perubahan mood atau perasaan. Penelitian yang berlangsung selama 8 minggu ini melibatkan mahasiswa kedokteran gigi.

Mereka diminta untuk datang ke laboratorium 3 kali seminggu untuk memberikan air liur mereka dan melakukan pengukuran psikologis singkat. Pada hari-hari dimana mahasiswa mengalami peningkatan mood negatif, ternyata antibodi dalam air liur mereka lebih sedikit daripada ketika mereka tidak mengalami peningkatan mood negatif. Sejalan dengan itu, level antibodi ternyata lebih tinggi pada hari-hari dimana mereka mengalami peningkatan mood positif.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Stone & Neale (dalam Neale, Davison & Haaga, 1996) menunjukkan bahwa peristiwa kehidupan sehari-hari dapat mempengaruhi fluktuasi mood atau perasaan seseorang. Sangat mungkin bahwa fluktuasi mood kemudian menekan produksi antibodi pada tubuh manusia. Jadi peningkatan peristiwa-peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan disertai dengan menurunnya peristiwa yang menyenangkan dalam kehidupan dapat memunculkan mood negatif dan akhirnya menurunkan pula produksi antibodi.

"Apabila dalam periode ini, seseorang terinfeksi virus, misalnya virus flu, maka kemungkinan dia terjangkit flu akan semakin besar. Biasanya gejalanya akan mulai dirasakan beberapa hari sesudahnya," ujarnya.

Amanda menyebutkan terdapat beberapa penyakit fisik yang berhubungan dengan stres yaitu:

1. Asma
Asma merupakan penyakit pernafasan yang berkaitan dengan adanya hambatan pada aliran udara sehingga individu mengalami kesulitan dalam bernafas atau mengeluarkan suara berdecit ketika bernafas. Penelitian menemukan bahwa kecemasan, rasa marah, depresi dan rasa gembira yang berlebihan merupakan penyebab yang dominan pada satu pertiga kasus asma pada anak-anak dan orang dewasa. Selain faktor psikologis, alergi, infeksi saluran pernafasan dan polusi juga dipercaya sebagai penyebab penyakit asma.

2. Tekanan darah tinggi (hypertension)
Salah satu tipe tekanan darah tinggi adalah essential hypertension. Pada gangguan ini, munculnya tekanan darah tinggi pada individu tidak disertai dengan adanya penyebab fisik yang pasti. Oleh karena itu, diduga pernyakit tersebut muncul karena faktor psikologis. Berbagai kondisi atau peristiwa yang menekan diyakini dapat menyebabkan meningkatnya tekanan darah (walaupun hanya sementara).
Individu yang mengalami gangguan ini biasanya pembawaannya menyenangkan, namun penuntut dan sulit mengendalikan emosi walaupun kemarahan mereka biasanya tidak ditampilkan secara terang-terangan. Mereka memiliki kemarahan yang tersembunyi dan mereka tidak mampu mengontrolnya dengan baik. Masalah ini cenderung untuk terjadi pada individu dengan tipe kepribadian A.

3. Penyakit jantung koroner
Penyakit ini menyebabkan menurunnya aliran darah menuju jantung dan hal ini ditandai dengan adanya episode rasa sakit, tidak nyaman ataupun tekanan pada bagian dada dan jantung. Hal ini salah satunya disebabkan oleh stres yang terlalu berat.

Kepribadian individu juga berkaitan dengan munculnya gangguan ini. Kepribadian tipe A memiliki hubungan yang kuat untuk berkembangnya penyakit jantung koroner. Individu dengan kepribadian tipe A merupakan individu yang berorientasi pada tindakan dan akan berjuang untuk memperoleh tujuannya. Mereka agresif, tidak sabaran dan menjadi sangat marah ketika mereka frustrasi. Individu dengan kepribadian tipe B memiliki karakteristik yang bertolak belakang, mereka lebih tenang dan tidak agresif dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, kemungkinan mereka terkena serangan penyakit jantung koroner pun lebih rendah.

4. Migren
Migren adalah sakit kepala yang muncul secara tiba-tiba, namun hanya pada satu sisi kepala saja, dapat pada sisi kiri atau pada sisi kanan kepala. Dua pertiga dari seluruh pasien yang menderita migren memiliki beberapa anggota keluarga dengan gangguan penyakit yang sama.
Kepribadian yang cenderung obsesif, individu yang cenderung terlalu mengontrol segala sesuatu dan perfeksionis, serta mereka yang menekan kemarahan mereka dan memiliki anggota keluarga dengan gangguan sama, memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk menderita penyakit migren. Terutama apabila mereka berada dalam konflik atau stres emosional yang tidak jelas.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved