Isu Kudeta Partai Demokrat
AHY Tak Lagi Menyeret Jokowi dalam Konflik Internal Demokrat, Pengamat: Good Move!
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tak lagi membawa-bawa Presiden Joko Widodo ke dalam konflik internal partainya.
Lewat surat itu AHY hendak memastikan apakah Presiden Jokowi merestui tindakan Moeldoko yang disebut-sebut berupaya melengserkan AHY untuk kepentingan Pilpres 2024.
Sejumlah elite Demokrat bahkan mendesak Jokowi menjawab surat dari AHY tersebut.
Istana lewat keterangan Menteri Sekretaris Negara Pratikno akhirnya menyatakan Presiden Jokowi tak akan membalas surat tersebut karena itu merupakan ranah internal Partai Demokrat.
Politikus Partai Demokrat Rachland Nashidik pun mengkritik sikap Jokowi yang tidak membalas surat AHY.
"Pak Jokowi mau cuci tangan? Jika benar, seharusnya tidak boleh," kata Rachland saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/2/2021).
Ia menilai, Presiden tidak semestinya mengabaikan surat yang dikirim AHY.
Presiden, menurut Rachland, perlu membalas surat tersebut untuk memberikan sinyal kuat bahwa praktik pengambilalihan paksa partai politik adalah tindakan yang tidak benar.
"Presiden sebaiknya perlu memberi pesan kuat bahwa praktik ambil alih paksa partai politik itu salah dan buruk," tegasnya.
Baca juga: Potret Tanggul Sungai Cimanuk Indramayu yang Ambrol Akibat Banjir Besar, Kondisinya Mengerikan
Baca juga: Ratusan Pejabat di Pemkot Sukabumi Dirotasi dan Mutasi, Ini Kata Wali Kota
Ia pun mengingatkan bahwa praktik pengambilalihan secara paksa tak hanya menimpa Demokrat, tapi juga pernah menimpa PDI Perjuangan, partai asal Jokowi, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, tindakan seperti itu merupakan bentuk peninggalan politik masa lalu.
"Karena itu, seharusnya Presiden tidak mentolerir praktik politik yang sama atau meniru yang dilakukan anak buahnya sendiri," jelas Rachland.
Lebih lanjut, Rachland menegaskan, partainya tidak merasa dirugikan apabila Presiden Jokowi memilih berlindung di balik teka-teki tentang sikapnya.
Hanya saja, ia berharap Presiden mampu dijauhkan dari sikap keraguan dan kebingungan dalam berpolitik.
"Sebaliknya, keputusan yang kuat dan bermartabat harus dipilih. Bukan saja demi melindungi demokrasi. Tapi juga kehormatan Istana," tutur Rachland.

Strategi berbeda