Meninggal, 2 Hari Tak Dapat ICU, RS Penuh, Kasus dan Kematian Covid-19 Naik, Ini Kata Epidemiolog
Penanganan pandemi virus corona di Indonesia belum terkendali terlihat dari kasus dan kematian Covid-19 naik
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Minggu ketiga awal tahun kasus Covid-19 di indonesia masih juga menunjukkan angka peningjkatan. Bukan hanya kasus, meski tingkat kesembuhan tinggi namun angka kematian juga bertambah.
Kondisi inin harus menadapat perhatian berbagai pihak, pemerintah perlu adanya analisa untuk melakukan tindakan untuk mencegah bertambahnya kasus.
Masyarakat juga harus lebih disiplin dalam menerapkan 3 M yakni menggunakan masker, menghindari kerumunan, dan mencuci tangan.
Baca juga: Gelap Mata, Pria di Pangandaran Bacok dan Pukul Mantan Istri, Diduga Sakit Hati Ajakan Rujuk Ditolak
Masih banyaknya masyarakat tanpa menggunakan masker serta berkerumun menjadi pemicu penyebaran corona virus.
Melihat kondisi tersebut, epidemiolog menyarankan sejumlah hal, berikut sarannya.
Dilansir dari Kompas.Com, penanganan pandemi virus corona di Indonesia belum terkendali.
Pada Kamis (21/1/2021), Indonesia kembali memecahkan rekor kematian harian Covid-19 terbanyak sejak pertama kali kasus Covid-19 dilaporkan pada Maret 2020.
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, per Kamis (21/1/2021), tercatat ada 346 kasus kematian dalam sehari.
Dengan demikian, jumlah kematian di Indonesia karena infeksi virus corona total berjumlah 27.203 orang.
Baca juga: Awas! Ada Penipuan Berkedok Pembukaan Gelombang 12 Kartu Prakerja, Ini Beberapa Ciri-cirinya
Banyaknya kematian salah satunya karena fasilitas kesehatan mulai penuh.
Dalam salah satu Twit @LaporCovid disebutkan ada salah satu pasien Covid-19 meninggal di sebuah puskesmas di daerah Tangerang Selatan.
Dia meninggal setelah dua hari tak mendapatkan ICU di wilayah Jabodetabek.
Pihak keluarga dan puskesmas telah mencari ke beberapa RS.
Selain itu, LaporCovid19 juga menghubungi lebih dari 75 SPGDT di wilayah Jabodetabek, Dinkes DKI, hingga tim menteri kesehatan. Akan tetapi, semua rumah sakit penuh.
Situasi sudah darurat. Langkah apa yang harus diambil pemerintah?
Angka kematian tinggi, persoalan serius Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman mengatakan, tingginya kematian Covid-19 merupakan hal yang serius.
"Angka kematian ini sangat serius karena menunjukkan tingkat keparahan suatu pandemi atau wabah dan ini harus direspons dengan sangat serius," kata Dicky, kepada Kompas.com, Kamis (21/1/2021).
Menurut dia, ada 3 hal yang perlu dianalisis pemerintah untuk mencegah pertambahan kasus dan untuk memahami penyebabnya dengan lebih detail.
Baca juga: PSBB Proporsional di Bandung Diperpanjang, Ada Penambahan Area Buka Tutup Jalan, Ini Aturan Lainnya
1. Waktu
Pemerintah perlu bergerak cepat untuk mendeteksi kasus Covid-19 yang ada di masyarakat.
"Melihat tingginya kasus kematian, artinya ada keterlambatan dalam mendeteksi secara dini atau menemukan kasus secara cepat.
Mereka yang datang ke RS sudah dalam kondisi parah dan tidak tertolong," ujar Dicky.
Selain itu, tingginya angka kematian juga berkorelasi dengan angka kasus Covid-19.
Dengan demikian, jika dalam 2 minggu kasus meningkat 2 kali lipat, maka angka kematian juga bisa meningkat lagi.
Oleh karena itu, perlu tracing, walaupun jika kapasitas testing tidak tersedia.
Menurut Dicky, tracing tetap harus dilakukan.
2. Tempat
Pemerintah juga harus mencari tahu di mana kematian paling sering terjadi. Harus ada catatan mulai dari provinsi, kabupaten, kota, hingga desa.
Lalu, kematian paling banyak terjadi di rumah sakit, rumah, tempat kerja, atau di tempat lain.
Baca juga: Meski Kasus Covid-19 Tinggi, Pemkot Longgarkan Jam Operasional Mal dan Kafe, Boleh Buka Sampai 20.00
3. Orang
Selain itu, menurut Dicky, pemerintah juga perlu mencatat dari kalangan mana orang-orang atau pasien Covid-19 yang meninggal dunia.
Apakah mereka orang yang sering bertemu atau berinteraksi dengan masyarakat, lalu apa pekerjaan mereka, dan sebagainya.
Jika hal-hal itu bisa dilakukan pemerintah, maka kasus Covid-19 hingga kematian bisa dicegah lebih dini.
Putus rantai penularan Dihubungi terpisah, menurut Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo hal terpenting adalah menghentikan kasus Covid-19 di hulu.
Sementara itu, kematian Covid-19 adalah kondisi di hilir.
"Yang utama adalah memblok kasus di hulu, yaitu pemutusan rantai penularan secara serius," ujar Windhu kepada Kompas.com, Kamis (21/1/2021).
Ia kepada pemerintah untuk menemukan kasus Covid-19 sebanyak mungkin agar sumber penular bisa diisolasi melalui testing dan contact tracing yang massif.
Baca juga: 3 Pegawai Lapasustik Kelas IIA Cirebon Terpapar Covid-19, Kalapas: Satu Orang Sudah Sembuh
Menurut Windhu, kelemahan Indonesia justru ada pada testing dan tracing yang sangat rendah. Selain itu, dia juga meminta pemerintah untuk membatasi pergerakan dan interaksi warga secara serius.
"Bukan setengah hati seperti PPKM yang sedang diberlakukan saat ini yang serba tanggung," kata dia.
Perkuat bed isolasi dan ICU Di hilir, pemerintah harus memperkuat kapasitas bed isolasi dan ICU RS.
Dia mengatakan, selama kasus mengalir deras dari hulu, maka rumah sakit tidak akan bisa menampung, over capacity. Akibatnya, kematian akan terus terjadi.
Penambahan kapasitas secara fisik (bed, ruang tekanan negatif, peralatan bantu pernapasan termasuk ventilator, obat-obatan) relatif lebih mudah.
"Akan tetapi yang sulit adalah menambah SDM (dokter, perawat, dan lain-lain), karena ini butuh waktu yang panjang untuk mencetaknya. Tenaga kesehatan punya batas kelelahan fisik," kata Windhu.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "RS Penuh dan Kematian Meningkat, Epidemiolog Desak Pemerintah Lakukan Ini",