TERNYATA Pramugari Asal Parongpong Bandung di Pesawat Sriwijaya Air yang Nahas, Masuk Kru Tambahan
Pramugari asal Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, turut menjadi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air, Sabtu (9/1/2021).
Jadi, kata Captain Vincent, jika ada pertanyaan yang ditujukan kepadanya, apakah dia akan menerbangkan pesawat tua? Jawabannya adalah iya.
Tapi, lanjutnya, dia akan menerbangkan pesawat tua selama pesawat itu dirawat secara baik.
"Saya pernah kok terbang dengan pesawat Airbus yang tahun 1992, saya pernah terbang kok dengan pesawat tua. Yang jelas adalah bagaimana dia di-maintain. Banyak juga pesawat tua yang di-well-maintained, sehingga ketika kita datang ke pesawat itu semuanya working properly," ujarnya.
Baca juga: Keluarga Masih Percaya Co-Pilot Sriwijaya Air SJ-182 Diego Mamahit Bisa Selamat
Captain Vincent mengatakan, pesawat umurnya boleh saja tua, namun seandainya dia dirawat secara baik, saat ada kerusakan pasti akan diperbaiki.
Menurutnya, perawatan pesawat itu bukan hal main-main.
"Pesawat boleh tua, airframe boleh tua, tapi kan (misalnya) namanya avionik begitu rusak dia ganti, namanya mesin begitu ada masalah pasti dia repair. Dan ini bukan main-main ketika pesawat ini harus di-maintain, mereka punya manualnya sendiri. Jadi simpelnya pesawat ini ada rekomendasi kapan dia harus dicek," ujarnya.
Menurut Captain Vincent, pesawat sudah dikatakan tua ketika memasuki 50 ribu jam ke atas.
Namun, katanya, tidak ada limitasi di mana pesawat itu harus berhenti dioperasikan.
"Sampai pesawat-pesawat 1930-1940, kalau memang dia di-maintain dengan baik, masih bisa digunakan," ujarnya.
Hanya saja, lanjut Captain Vincent, yang jadi masalah memang adalah biaya dari memperbaiki pesawat itu sendiri.
Baca juga: Titik Jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 Sudah Ditemukan, tapi Bisa Pindah Karena Arus Laut Kencang
Semakin banyak jam terbang dari pesawat tersebut, akan lebih banyak pengecekan yang harus dilakukan.
Semakin banyak pengecekan, tentu saja membutuhkan semakin banyak biaya.
"Cuman yang jadi masalah adalah cost untuk memperbaiki pesawat itu. Semakin lama pesawat itu in-service, semakin banyak jam terbangnya, lebih banyak pengecekan yang harus dilakukan. Bukan saja dari air frame-nya, mesinnya juga sama."
"Jadi, airline itu semakin berpikir, ketika mereka harus replace replace (ganti) sendiri, tiba di satu titik mereka harus keluarkan uang terlalu besar, jadi enggak worth it lagi untuk dipertahankan pesawat ini," ujar Captain Vincent.
Jadi, lanjutnya, ketika sebuah pesawat tidak pantas lagi dipertahankan karena biaya perawatannya semakin tinggi, pilihannya adalah menggantinya dengan pesawat baru.