Pengrajin Tempe Rugi, Harga Kedelai Melambung, Pilih Mogok Jualan, Siap-siap Harga Tahu Tempe Naik
Kenaikan harga kedelai diprediksi akan terus melambung dan semakin tidak terkendali
Penulis: Cipta Permana | Editor: Siti Fatimah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kian meroketnya harga kedelai, membuat ratusan pengrajin tahu dan tempe di bawah naungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (KOPTI) Kota Bandung, lakukan mogok produksi dan mogok jualan selama tiga hari mulai Jumat (1/1/2021) hingga Minggu (3/1/2021).
Kenaikan harga pun diprediksi akan terus melambung dan semakin tidak terkendali, sebagaimana surat edaran PUSKOPTI Jawa Barat Nomor 059/K-PUSKOPTI/XII/2020 tanggal 28 Desember 2020.
Aksi tersebut merupakan hasil kesepakatan dan tindak lanjut dari adanya surat ajakan PUSKOPTI DKI Jakarta Nomor 01/PUSKOPTI/DKI/XII/2020 tentang himbauan mogok produksi pengrajin tempe tahu se-DKI dan sekitarnya dengan damai. Serta hasil rapat pengurus dan pengawas serta anggota Gakoptindo melalui zoom meeting tanggal 28 Desember 2020 lalu.
Baca juga: Bisa Jadi Makanan Sehat? Begini Cara Mengolah Mi Instan yang Tepat
Saat dikonfirmasi, Sekretaris KOPTI Kota Bandung, Ujang Barnas mengatakan, membenarkan rencana aksi mogok massal selama tiga hari tersebut.
Namun, pihaknya meluruskan bahwa rencana mogok produksi dan mogok jualan tempe tahu tersebut, bukan sebagai upaya menuntut pemerintah untuk dapat menurunkan harga kedelai impor dari Amerika yang melambung tinggi.
Tetapi merupakan sosialisasi kepada produsen dan pembeli akan adanya penaikan harga hasil olahan atau produksi dari para pengrajin.
"Sebetulnya kita mengajak mogok ini, bukan hanya untuk anggota KOPTI Kota Bandung saja tapi seluruh pengrajin tahu dan tempe se-Bandung Raya di bawah koordinasi KOPTI. Dalam aksi ini kita sekaligus memberitahukan akan adanya penaikan harga hasil olahan yang dikelola pengrajin tempe dan tahu," ujarnya saat di temui di Kantor KOPTI Kota Bandung, Jalan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Rabu (30/12/2020).
Baca juga: Tahu dan Tempe Langka, Bikin Emak-emak dan Pedagang Pecel Pusing Tujuh Keliling
Ujang mengatakan, saat ini harga kedelai yang didistribusikan KOPTI Bandung kepada 200-an pengrajin tempe tahu di Kota Bandung, telah mencapai Rp 9.050 per kilogram.
Harga tersebut terus merangkak naik sejak beberapa hari lalu dari harga awal Rp 7.800 per kilogram. Biaya tersebut sudah termasuk biaya angkut, kemas dan penyusutan.
"Kalau harga di pasaran mungkin ada beberapa yang menetapkan harga berbeda, tapi selisihnya tidak terlalu jauh. Bahkan untuk jenis kedelai dengan kualitas di bawah nomor satu atau yang kurang bagus dari kedelai impor merk BOLA dari Amerika yang selama ini digunakan oleh KOPTI, harga jualnya di bawah harga standar," ucapnya.
Oleh karenanya, kenaikan harga kedelai yang terus terjadi, tidak sebanding dengan harga jual tahu atau tempe yang rata-rata dijual kepada para konsumen, dengan harga Rp 5000 - Rp 7000 perbungkus, yang isinya 10 buah tahu. Maka bila tidak ada penyesuaian, kondisi ini berpotensi menyebabkan kerugian besar di tingkat pengrajin, bahkan hingga gulung tikar.
"Kalau terus begini kondisi ini (kenaikan harga) berat bagi mereka (pengrajin) urtuk dapat mempertahankan usahanya. Para pengrajin pun meminta agar adanya kenaikan pada hasil olehan tempe tahu dari 10-30 persen dari harga jual di tempat produksi hingga ke tangan konsumen. Maka aksi mogok ini sekaligus memberitahukan konsumen akan kenaikan harga, karena harga kedelai naik," ujar Ujang.
Baca juga: Muncul Klaster Pesantren, Kasus Covid-19 di Kabupaten Cirebon Hampir Mencapai 4000 Orang
Disinggung terkait respon pengrajin dan pedangang tempe tahu, Ujang mengatakan, rata-rata para pengrajin dan pedangang tempe dan tahu mendukung rencana mogok produksi tersebut.
Bahkan, menurutnya rencana mogok tersebut, justru lahir dan disampaikan oleh para pengrajin dan pedagang kepada KOPTI dan PUSKOPTI dan Gakoptindo.
"Dari awal mereka yang minta, katanya hayu demo lagi, kaya dulu. Mudah-mudahan perbaikan ke kita, kemarin ada manajer meeting dari Puskopti dan Gakoptindo, di Puskopti DKI Jakarta juga sepakat mau mogok juga," ucapnya.
Ia mengharapkan pemerintah bisa menormalkan kembali situasi dan tata niaga kedelai di Indonesia, salah satunya dengan menggalakan swasembada kedelai.
Pasalnya, saat ini kedelai yang digunakan oleh para pengrajin tahu dan tempe berasal dari impor.
Baca juga: Putra Sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Berduka Mendalam, Kader Senior Demokrat Meninggal
Ia pun menambahkan, para pengrajin sebenarnya bukan tidak ingin menggunakan bahan baku kedelai lokal, seperti dari daerah Cianjur, Majalengka, hingga Subang yang hasil dan rasanya lebih enak dibandingkan kedelai impor.
Namun minimnya petani kedelai, membuat keterbatasan bahan baku yang saat panen hanya dapat dirasakan atau habis oleh kebutuhan kedelai di daerahnya masing-masing.
"Sebenarnya kita ingin pakai kedelai lokal, tapi karena produksinya tidak besar. Saat panen ya habis di daerah di sana, di sini engga kebagian atau enggak sampai ke sini. Jadi kami berharap pemerintah memiliki cara mensiasati untuk menormalkan kembali tata niaga, atau seperti dulu lagi, Pemerintah memberikan subsidi Rp.1000 per kilo kepada para pengrajin seperti yang sempat berjalan dulu, tapi cuma jalan tiga bulan setelah itu enggak ada lagi," katanya.