Guru di Kaki Gunung Sawal Ciamis Saat Covid-19, Datangi Murid Tak Punya Hape Meski Jauh Menanjak

Pandemi Covid-19 telah mengubah sendi-sendi kehidupan dalam sekejap. Termasuk kebiasaan belajar mengajar.

Penulis: Andri M Dani | Editor: Ichsan
tribunjabar/andri m dani
Dodo (kanan) tengah mengajari Candra, muridnya yang tinggal di kaki Gunung Sawal 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Andri M Dani

TRIBUNJABAR.ID, CIAMIS – Pandemi Covid-19 telah mengubah sendi-sendi kehidupan dalam sekejap. Termasuk kebiasaan belajar mengajar.

Itu dirasakan sekali oleh Dodo (53). Sudah delapan bulan ini guru kelas 4 SDN IV Darmacaang, Desa Darmacaang, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis ini nyaris tidak bertemu murid-muridnya secara langsung.

Menyusul dihentikannya kegiatan belajar mengajar (KBM) secara tatap muka sejak April 2020.

Murid-murid sudah tidak pernah lagi datang ke sekolah.

Suasana di SDN 3 Darmacaang yang berada di kaki Gunung Sawal, Blok Pereng, Dusun Subang, Desa Darmacaang tersebut sudah berbulan-bulan sepi.

Tidak ada tawa ceria murid-murid yang riuh rendah.  Kecuali para guru, yang masih rutin  datang setiap hari sekolah.

Pembelajaran dilakukan secara daring (dalam jaringan/online) guna menghindari terjadinya penularan Covid-19.

Guru dan murid berkomunikasi lewat HP. Kegiatan belajar dan mengajar juga lewat HP secara online.

Sebanyak 15 orang murid kelas 4, menurut Dodo, masuk dalam satu kelompok belajar di hape. Proses belajar mengajar dilakukan secara online.

Baca juga: Foto Ganteng Falhan Abssar, Anak Muzdalifah dan Nassar yang Sudah Seperti Anak Kandung Fadel Islami

Dodo duduk di depan rumah Candra, muridnya di kaki Gunung Sawal
Dodo duduk di depan rumah Candra, muridnya di kaki Gunung Sawal (tribunjabar/andri m dani)

Tapi yang jadi masalah, menurut Dodo, dari 15 murid kelas 4tersebut ada dua orang murid yang tidak punya hape, apalagi hape android sarana untuk belajar secara daring.

“Sebenarnya ada dua orang murid yang tidak punya hape. Yang satu bisa pinjam ke saudara, jadi masih bisa belajar kelompok secara online. Kalau Candra (10) memang paling parah. Tidak punya hape, tinggal jauh dari tetangga,” tutur guru Dodo.

Dari kondisi kehidupan kedua orangtuanya, menurut Dodo, kecil kemungkinan Candra  Wijaya (10) bisa punya hape untuk dapat belajar berkelompok secara online.

Maklum, kedua orangtua Candra, yakni Ewon Ruswan (46) dan Yani (37)  sehari-hari bekerja sebagai buruh serabutan.

Tinggal di rumah panggung bilik di Blok Pasir Karet, Dusun Subang RT 13/01 Desa Darmacaang. Mereka adalah keluarga miskim, KPM PKH.  

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved