Puncak Sulibra, Tak Jauh dari Kota, Mendakinya Mudah, Bisa Lihat Sunrise di Antara Lautan Kabut
Halimun atau kabut tipis keluar dari tanah yang dijadikan kebun kentang di ketinggian 2100 meter di permukaan laut
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Ichsan
"Saya dua jam perjalanan tanpa istirahat, jalan terus. Termasuk spektakuler lah pendakian ke puncak dua jam, apalagi puncaknya di atas 2000 mdpl," ucap Shinta yang datang bersama empat temannya.
Selain matahari terbit di antara lautan awan yang jadi daya tarik, pemandangan alamnya juga terbaik. Menurutnya, tengah malam saat tidak mendung, pendaki bisa melihat fenomena angkasa.
"Kalau malam langitnya cerah, kita bisa lihat Galaksi Bima Sakti lho kang, keren," ucap dia.
Riki Septiyadi dari Komunitas Sulibra, menerangkan, pendakian ke puncak itu bermula dari agenda lingkungan Komunitas Sulibra pada 2013 yang menemukan lahan terbuka yang luas di puncak gunung.
"Awalnya dari prihatin karena ada lahan terbuka di puncak gunung. Kemudian, kami mendaki ke puncak itu untuk penanaman pohon. Lama kelamaan, jalur pendakian itu dikunjungi banyak orang," ucap Riki.
Jalur pendakian Puncak Sulibra sendiri baru dibuka sejak 2016 bersamaan dengan upaya penanaman pohon oleh komunitas tersebut.
Namun, tidak semua pohon yang ditanam di kawasan puncak itu berhasil.
"Ada yang berhasil, banyak yang gagal karena aktivitas manusia di perkebunan itu," ucapnya.
Meski begitu, saat ini, upaya penanaman di kawasan itu terus dilakukan Riki dan kawan-kawannya.
Meski menawarkan landscape pemandangan yang indah berupa bentang alam dan hutan, rute pendakiannya justru melewati lahan kritis.
Baca juga: Link LIVE STREAMING RCTI Napoli vs AC Milan, Liga Italia, Kemenangan Harga Mati bagi Rossoneri
Sejauh mata memandang, bukit-bukit gundul menjelaga. Bukit-bukit itu ditanami tanaman sayuran seperti kentang, worltel hinga tomat.
Saat hujan deras, lumpur di bukit-bukit yang gundul itu meluncur deras terbawa air menuju saluran air hingga ke Sungai Citarum.
Selain itu, lumpur pun terbawa ke jalan. Sehingga, seringkali jalan penghubung ke Kertasari itu banjir air bercampur lumpur.
"Pada 2013 saat kami mendaki, kawasan puncak dan sekitarnya itu memang lahan terbuka. Tapi berupa padang rumput yang menghampar luas," ujar dia, seraya menunjukan kondisi bukit itu masih dipenuhi padang rumput.
Lahan-lahan di bukit itu, berada di kawasan hutan lindung yang dikelola Perum Perhutani. Papan pengumuman berisi imbauan untuk tidak merusak di hutan lindung itu banyak ditemukan.