Punya 6 Versi UU Omnibus Law Cipta Kerja, Mahfud MD: Cacat Formal Bila Diubah Setelah Disahkan DPR

UU Omnibus Law Cipta Kerja memiliki banyak versi. Bahkan Menko Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebut ada enam versi di meja kerjanya.

Editor: Giri
WARTA KOTA / HENRY LOPULALAN
Mahfud MD 

TRIBUNJABAR.ID - Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja memiliki banyak versi. Bahkan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebut ada enam versi di meja kerjanya.

Dari enam versi tersebut, empat di antaranya merupakan naskah yang dibuat pemerintah sebelum dikirim ke DPR.

Mahfud MD mengungkapkan hal tersebut ketika ditanya Karni Ilyas terkait kontroversi di masyarakat tentang banyaknya versi UU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Itu di meja saya itu sudah ada naskah enam versi."

"Saya mulai dari yang di eksekutif dulu."

"Di ekesekutif sendiri itu saya punya empat di meja saya," ungkap Mahfud MD dalam tayangan bertajuk Karni Ilyas Club - 'Sekarang Anda Bohong, Besok Dibongkar Orang', yang tayang perdana di kanal YouTube Karni Ilyas Club, Minggu (18/10/2020).

Mahfud MD menjelaskan hal itu, di antaranya karena pemerintah coba mengakomodasi respons masyarakat terkait isi dari UU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Karena memang semula itu undang-undangnya kan, ya sembilan ratus sekian lah, 970 atau berapa."

"Sesudah beredar di masyarakat diprotes. Berubah, menjadi menebal. Diprotes lagi, berubah lagi."

"Sehingga yang versi pemerintah pun itu sudah beberapa kali, karena diubah sebelum masuk ke DPR," tutur Mahfud MD.

Setelah pemerintah mengirimkannya ke DPR, kata Mahfud MD, naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut juga sempat mengalami perubahan.

"Nah, sesudah masuk ke DPR kan juga ada berubah, pasal 170 diubah, pasal ini diubah."

"Terus berubah terus tapi panjang," papar Mahfud MD.

Namun demikian, ia mempertanyakan kebenaran kabar yang menyebut UU tersebut berubah isinya setelah DPR melakukan pengesahan di rapat paripurna.

Sejauh ini yang ia dengar adalah naskah tersebut hanya mengalami perubahan dari sisi teknis, misalnya jenis huruf atau spasi.

"Nah, memang yang agak serius bagi saya, yang harus dijawab oleh DPR itu, sesudah palu diketok, itu apa benar sudah berubah, atau hanya soal teknis?"

"Yang saya dengar itu tidak berubah. Jadi semula dicetak dengan font tertentu yang lebih besar, dengan spasi yang lebih besar menjadi 1.035."

"Tapi sesudah font-nya dikecilkan menjadi 812 halaman."

"Benar apa tidak, nanti kan bisa dicocokkan saja. Kan mestinya ada dokumen untuk mencocokkan itu," papar Mahfud MD.

Mahfud MD menambahkan, jika isi naskah tersebut mengalami perubahan setelah disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna, maka naskah UU tersebut menjadi cacat formal.

Jika naskah UU tersebut mengalami cacat formal, maka Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan UU tersebut.

Sebagai mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD pun menceritakan pengalamannya ketika pernah membatalkan seluruh Undang-undang Badan Hukum Pendidikan.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved