MUI Menilai UU Cipta Kerja Cuma Lindungi Produsen, Merusak Esensi Sertifikasi Halal
Undang-undang Cipta Kerja tak cuma dianggap merugikan kaum buruh, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga kena imbas.
TRIBUNAJABAR.ID, JAKARTA - Undang-undang Cipta Kerja tak cuma dianggap merugikan kaum buruh, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga kena imbas.
Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Lukmanul Hakim, menilai, Undang-Undang (UU) Cipta Kerja telah merusak esensi dari sertifikasi halal.
Sebab, menurut dia, UU Cipta kerja lebih fokus pada perlindungan produsen, bukan konsumen.
"Menurut saya seolah Undang-Undang Cipta Kerja ini terkait masalah halal karena dia masuk dalam rezim perizinan, maka substansi halalnya menjadi ambyar," kata Lukman kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
Lukman mengatakan, hal itu terlihat dari beberapa pasal yang ada di UU Cipta Kerja, satu di antaranya pasal mengenai auditor halal.
Menurut dia, UU Cipta Kerja Pasal 10 menghilangkan ketentuan adanya sertifikasi auditor halal dari MUI yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
"Auditor itu adalah saksi daripada ulama. Saksi dari pada ulama, maka dia harus disetujui oleh ulama," ujar dia.
Ia juga mempermasalahkan soal Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang bisa buat atau diajukan oleh lembaga Islam di perguruan tinggi negeri.
Menurut dia, tidak semua perusahaan dan perguruan tinggi mengerti dengan baik mengenai syariat terkait produk halal.
Masalah lainnya, soal usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang diperbolehkan menyatakan diri menjual produk halal.
"Ini yang kemudian menjadi kabur, sehingga sertifikasi halal itu melulu hanya berupa lembaran kertas yang tidak punya kekuatan hukum. Dalam konteks hukum Islam," ucap dia.
UU Cipta Kerja telah disahkan DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020)
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dalam pemaparannya di rapat paripurna mengatakan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020.
RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
• Update Covid-19 Ciamis: WASPADA, Ada Catatan Rekor Baru Hari Ini, 16 Kecamatan Sumbang Kasus
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: dua kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan enam kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Supratman.
• Musim Penghujan Sudah Datang, Ini Daftar Langkah Antisipasi Banjir yang Dilakukan Kota Bandung
• Bos Buruh Bantah Ditawari Jadi Wakil Menteri, Pertemuan dengan Presiden Jokowi Tanpa Hasil