Fraksi PKS Tegas Tolak RUU Omnibus Law Karena Cacat Subtansi, Buruh Sempat Ancam Demo Besar
Fraksi PKS DPR RI secara tegas menolak penetapan Rancangan Undang Undangan CIpta kerja ( Omnibus Law) pada keputusan tingkat I DPR RI
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ( Fraksi PKS /FPKS) DPR RI secara tegas menolak penetapan Rancangan Undang Undangan CIpta kerja ( Omnibus Law) pada Pengambilan keputusan tingkat I atas hasil Pembahasan RUU tentang Cipta Kerja oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Jakarta, Sabtu malam (3/10/2020) .
Sebelumnya, proses penetapan RUU Omnibus Law, juga mendapat penolakan dari kaum buruh.
Beberapa waktu lalu, ribuan buruh bahkan telah berunjuk rasa di depan gedung MPR/DPR, Jakarta.
• APA ARTI Omnibus Law? RUU Buatan DPR Diributkan Para Buruh Se-Indonesia Acam Demo Besar-besaran
• 12 Petani yang Dituding Rusak Lahan Goalpara Bisa jadi Tersangka jika RUU Omnibus Law Disahkan
• Artis Minta Maaf Setelah Promosikan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Istana Bilang Tidak Dibayar
Dalam aksinya para buruh menuntut membatalkan RUU Omnibus Law.
Pasalnya ada beberapa alasan para buruh menolak RUU Omnibus Law tersebut.
Bila tak dibatalkan, para buruh bahkan mengancam mengerahkan gelombang aksi massa yang cukup besar.
Mengenai penolakan atas penetapan RUU Omnibus Law tersebut, Anggota Baleg DPR RI FPKS, Ledia Hanifa Amaliah, yang mewakili Fraksi PKS menyatakan arah dan jangkauan pengaturan dari RUU Cipta Kerja telah berdampak terhadap lebih dari 78 undang-undang.
"Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyadari bahwa substansi pengaturan yang terdapat dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja memiliki implikasi yang luas terhadap praktek kenegaraan dan pemerintahan di Indonesia sehingga diperlukan pertimbangan yang mendalam apakah aspek formil dan materil dari undang-undang tersebut sejalan dengan koridor politik hukum kebangsaan yang kita sepakati bersama", papar Anggota Komisi X DPR RI ini melalui keterangan tertulisnya.
Ledia menambahkan ada beberapa catatan Fraksi PKS DPR RI;
Pertama Fraksi PKS memandang pembahasan RUU Cipta Kerja pada masa pandemi Covid-19 ini menyebabkan terbatasnya akses dan partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan, koreksi dan penyempurnaan terhadap RUU Cipta Kerja.
"Banyaknya materi muatan dalam RUU ini semestinya disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian. (Kedua) Pembahasan DIM yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan ketidak optimalan dalam pembahasan. Padahal Undang-undang ini akan memberikan dampak luas bagi banyak orang, bagi bangsa ini," terang Ledia.
Ketiga, lanjut Ledia, FPKS memandang RUU Cipta Kerja ini tidak tepat membaca situasi, tidak akurat dalam diagnosis, dan tidak pas dalam menyusun resep.
Meski yang sering disebut adalah soal investasi, pada kenyataannya persoalan yang hendak diatur dalam Omnibus Law bukanlah masalah-masalah utama yang selama ini menjadi penghambat investasi.
"Contoh ketidak tepatan ini adalah formulasi pemberian pesangon yang tidak didasarkan atas analisa yang komprehensif. Hanya melihat pada aspek ketidakberdayaan pengusaha tanpa melihat rata-rata lama masa kerja pekerja yang di PHK. Sehingga nilai maksimal pesangon itu semestinya tidak menjadi momok bagi pengusaha", papar Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.
Keempat, imbuhnya, secara substansi F-PKS menilai sejumlah ketentuan dalam RUU Cipta Kerja masih memuat substansi yang bertentangan dengan politik hukum kebangsaan yang kita sepakati pasca amandemen konstitusi. Ketentuan-ketentuan yang ditolak dalam RUU Cipta Kerja adalah