Cerita di Balik Pelepasliaran Simon, Elang Alap-alap Sapi di PKEK Kamojang

Ditemukan dalam kondisi mengkhawatirkan, Simon berhasil melewati masa kritis. Jumat 25 September 2020 Simon dilepas ke alam liar.

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Dedy Herdiana
Tribun Jabar/ Nazmi Abdurrahman
Keeper observasi dari Raptor Indonesia (RAIN) membersihkan kandang display di Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK) Jalan Raya Kamojang, Desa Sukakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Senin (28/9/2020). 

Ditemukan dalam kondisi mengkhawatirkan, Simon berhasil melewati masa kritis. Jumat 25 September 2020 Simon dilepas ke alam liar.

SIMON merupakan salah satu Elang jenis Alap-alap Sapi yang kembali pulih setelah menjalani rehabilitasi selama satu tahun lebih, di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat, Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang, dan Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK).

Hewan dengan nama latin Falco moluccensis ini berkali-kali memalingkan pandangan matanya, seolah tengah mengamati keadaan sekitar. Tanpa aba-aba, burung pemangsa ini melesat terbang, meninggalkan sangkar yang membawanya ke tempat pelepasliaran.

Pasca pelepasliaran, Simon masih harus dipantau perkembangannya. Dian Tresno Wikanti, dokter hewan di PKEK sebelumnya sudah memasang Microchip pada bagian tubuh Simon untuk memudahkan tim memantau kondisi Simon.

Simon diserahkan warga Garut ke PKEK pada 25 Juni 2019. Saat itu, usianya masih muda dan tidak terlalu jinak, kemungkinan Simon belum lama dipelihara sehingga tidak butuh waktu lama untuk mengembalikan perilakunya.

"Kalau yang sudah dipelihara lama, biasanya sudah mengalami domestikasi, karena sudah dilatih," ujar Dian, saat ditemui di PKEK, Jalan Raya Kamojang, Desa Sukakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Senin (28/9/2020).

Sebelum dilepasliarkan, Simon menjalani masa observasi dan rehabilitasi. Tahapan rehabilitasi untuk menyiapkan elang kembali ke alam pun tidak main-main. Pelepasliaran yang dilakukan PKEK sesuai dengan International Union for Conservation of Nature (IUCN), Global Federation of Animal Sanctuaries (GFAS), dan badan rehabilitasi satwa liar dunia IWRC.

Observasi dan rehabilitasi dilakukan untuk mengembalikan perilaku elang. Insting sebagai hewan liar terus dilatih. Sandi Suhendar (25) keeper observasi dari Raptor Indonesia (RAIN) yang menangani Simon berupaya mengembalikan sifat dan karakter Simon sebagai hewan predator.

Interaksi dengan manusia dikurangi, pemberian pakan pun dilakukan malam. Tujuannya, agar Simon tidak melihat keeper yang memberinya makan. Prosesnya juga dibuat serupa dengan perburuan di alam liar.

Hanya pakan hidup yang disajikan. Kadal, salah satunya. Beberapa kali mendapat pakan sebelum dilepasliarkan, Simon sudah menunjukkan perkembangan signifikan. Dia mampu melumpuhkan, menangkap dan mencengkram sebelum menyantapnya. Itu menunjukkan bahwa Simon sudah memiliki insting berburu yang baik. Dia sudah layak kembali ke alam liar.

"Indikator utama elang siap dilepas liarkan itu seperti terbang, perilaku terhadap manusia takut apa tidak, cara dia hunting menangkap mangsa. Kalau itu bagus baru naik kelas ke tempat rehabilitasi, setelah rehab baru rilis (melepasliarkan)," ujar Sandi.

Kolaborasi PGE, BKSDA dan RAIN

Proses rehabilitasi elang yang dilakukan serius ini membutuhkan komitmen serta dukungan finansial yang tidak sedikit. Sebagai satwa dilindungi, dukungan pemerintah pun sangat diperlukan dalam upaya melindungi elang dari kepunahan.

PGE, BKSDA dan RAIN menjadi tiga komponen utama yang berkomitmen melindungi elang dari kepunahan. Raptor Indonesia memegang kendali manajemen teknis rehabilitasi harian di Pusat Konservasi.

BKSDA menyediakan areal PKEK dan dukungan legal. Sedangkan Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang, memberikan dukungan finansial bagi operasi PKEK.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved