Tahun Ajaran Baru, 104 Daerah Zona Hijau Belajar Tatap Muka, Tapi Nadiem Makarim Berikan Syarat Ini
Pembukaan tahun ajaran baru, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud), Nadiem Makarim tegaskan hanya daerah zona hijau boleh belajar tatap muka
Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Dedy Herdiana
TRIBUNJABAR.ID - Soal pembukaan tahun ajaran baru, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud), Nadiem Makarim tegaskan hanya daerah zona hijau yang boleh belajar tatap muka.
Hal ini diungkap Mendikbud tersebut lewat dalam wawancara telekonferensi dan siaran pers Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 174/sipres/A6/VII/2020.
Kendati demikian, Nadiem Makarim juga memberikan rambu-rambu peringatan dan syarat tertentu.
Nadiem Makarim membolehkan sejumlah daerah zona hijau tersebut belajar tatap muka langsung, namun harus mengedepankan protokol kesehatan secara ketat.
• 8 Lowongan Kerja Terbaru di Dua Perusahaan Swasta untuk Lulusan SMA/SMK hingga S1, Daftar di Sini
Selain itu, kata Mendikbud tersebut, proses belajar tatap muka itu dilakukan secara bertahap.
Yakni sekolah tatap muka dimulai dari jenjang SMP dan SMA/SMK terlebih dahulu.
"Ini mengenai kenyamanan, mengenai kepercayaan kita kepada institusi sekolah yang bisa melakukan protokol kesehatan yang baik. Itu kuncinya," ujar Mendikbud secara virtual di Jakarta, pada Sabtu (11/7/2020).

Seperti diberitakan sebelumnya, bahwa ada 104 daerah kabupaten/kota yang diizinkan Mendikbud mengadakan belajar tatap muka.
104 kabupaten/kota tersebut termasuk dalam zona hijau menurut data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nasional.
Lebih jelas Nadiem mengatakan, bahwa kebijakan membuka sekolah kembali menyelenggarakan pembelajaran tatap muka berada di tangan kepala daerah.
Selain kepala daerah dan kepala sekolah, orang tua juga berhak menentukan apakah sekolah tersebut sudah siap untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka kembali.
"Jadinya, sekolah-sekolah kalau mau membuka kembali pembelajaran tatap muka harus benar-benar meyakinkan semua orang tua bahwa protokol kesehatan di sekolahnya itu sudah sangat mapan," kata Mendikbud.
Kemudian, apabila ada orang tua yang merasa tidak siap jika anaknya harus kembali bersekolah maka ia berhak untuk menolak dan anak tetap melanjutkan pembelajaran dari rumah.
• Tahun Ajaran Baru Saat Pandemi Covid-19, Penjualan Seragam Sekolah di Ciamis Anjlok 50 Persen
"Jadi, kita benar-benar harus memegang prinsip kebebasan memilih. Karena ini kan mengenai kesehatan masing-masing," ujar Mendikbud.
"Menurut kami, prinsip dasar itu adalah haknya orang tua,” imbuhnya.
Lanjut Nadiem menjelaskan, saat ini, Kemendikbud sedang melakukan monitoring untuk memeriksa kesiapan beberapa wilayah zona hijau yang akan menerapkan pembelajaran tatap muka kembali.
“Jadi harapan kami adalah pemda dan kepala dinas itu bisa benar-benar mendukung proses ini, dan tentunya Kemendikbud di sini siap mendukung dan salah satu caranya adalah tentunya sumber dayanya kita jadikan fleksibel," tutur Mendikbud.
Demikian, untuk mendukung kesiapan tersebut, Nadiem mengatakan Kemendikbud telah merelaksasi penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Yakni mendukung sekolah menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan.
"BOS yang sudah sampai ke rekening sekolah itu boleh digunakan secara fleksibel untuk persiapan protokol kesehatan ini.
Ini benar-benar kita berikan kebebasan anggaran bagi kepala sekolah,” ungkapnya.
Evaluasi Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi

Menurut Mendikbud, pandemi Covid-19 membuat pembelajaran yang sedianya dilakukan secara tatap muka beralih menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ), baik secara dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring).
Adapun mengenai efektivitas pelaksanaan PJJ selama masa pandemi, diakui Mendikbud sangat variatif.
Terdapat beberapa daerah yang dinilai cukup efektif, tetapi tidak sedikit pula yang dinilai tidak cukup efektif.
Beberapa kendala dan tantangan yang ditemukan antara lain akses internet yang di beberapa daerah memang sangat sulit, terutama di daerah terluar, dan tertinggal.
Kemudian, lanjut Mendikbud itu menjelaskan, belum lagi dana untuk membeli kuota internet.
"Hal inilah yang membuat Kemendikbud mengizinkan penggunaan Dana BOS untuk pembelian kuota internet bagi siswa dan guru," ujar Nadiem.
Kemudian yang ketiga adalah waktu adaptasi terhadap program PJJ masih sangat kecil sehingga banyak sekali yang terjadi adalah pemberian tugas-tugas kepada siswa yang yang berlipat ganda sehingga memberatkan siswa.
"Kemendikbud maupun siapapun di sistem ini sebenarnya tidak mau (dipaksa) melakukan pembelajaran jarak jauh.
Kita terpaksa melakukan pembelajaran jarak jauh karena opsinya adalah kita tidak belajar sama sekali atau kita coba-coba biar masih ada pembelajaran yang terjadi," terang Mendikbud.
• Fatwa MUI Salat Idul Adha dan Sembelih Hewan Kurban saat Wabah Covid-19 Dilakukan di Area Khusus
Diakui Nadiem, cukup banyak kritik terkait ketidakoptimalan pembelajaran jarak jauh yang terjadi di masa pandemi.
"Itu saya seratus persen setuju dengan semua kritikan itu. Tetapi kita tidak punya opsi yang lain pada saat ini.
Kita harus mencari jalan masing-masing, karena tidak ada satu platform yang cocok untuk satu sekolah,” terang Mendikbud.
Namun, selain penggunaan teknologi, Mendikbud menjelaskan bahwa kriteria kesuksesan PJJ tercermin dari meningkatnya partisipasi orang tua.
"Dari evaluasi yang dilakukan Kemendikbud, partisipasi orang tua mengakibatkan efektivitas pembelajaran jauh meningkat.
Untuk para siswa yang belum memiliki akses ke internet, Kemendikbud telah meluncurkan program Belajar dari Rumah yang merupakan kolaborasi dengan TVRI," ujarnya.
Mendikbud juga mengapresiasi kinerja dan dedikasi para guru yang terus mencari jalan untuk memastikan semua peserta didiknya tetap belajar di kondisi darurat.
Ia mengaku, bahwa pemanfaatan teknologi masih sangat terbatas karena akses internet ataupun listrik serta isu kepemilikan gawai.
"Kami ada cerita hebat di lapangan, di mana guru-guru ini berkunjung satu per satu ke rumah siswa. Ini merupakan hal yang yang luar biasa, dan ini terjadi di berbagai daerah,” jelas Mendikbud.
Mengenai pemberitaan bahwa Kemendikbud akan menerapkan PJJ secara permanen, Mendikbud menampik hal tersebut.
Adapun yang dipermanenkan adalah penggunaan teknologi dalam pembelajaran.
"Jadi waktu saya bilang hybrid model, itu artinya cara interaksi guru dan siswa dengan bantuan teknologi akan lebih dinamis.
Jadi, mungkin akan ada jenis interaksi-interaksi lain pada saat siswa di rumah, saat dia mengerjakan PR, yang akan menggunakan platform-platform teknologi tertentu,” jelas Nadiem.
Terakhir Nadiem mengatakan terkait Panduan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Baru dan Tahun Akademi Baru di Masa Pandemi COVID-19, pihaknya telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB), antara Kemdikbud, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Agama (Kemenag).