Lahan Bekas Bioskop Kiara 21 Digugat ke PTUN, Ditinggal ke Jerman Beralih ke Pihak Lain

Lahan yang sempat jadi bioskop Kiara 21 di Jalan Ibrahim Adjie, Kiaracondong Kota Bandung digugat Ria Suryanti

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Ichsan
tribunjabar/nazmi abdurrahman
Lahan Bekas Bioskop Kiara 21 Digugat ke PTUN, Ditinggal ke Jerman Beralih ke Pihak Lain 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Lahan yang sempat jadi bioskop Kiara 21 di Jalan Ibrahim Adjie, Kiaracondong Kota Bandung digugat Ria Suryanti, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.

Ria yang menjadi ahli waris dari suaminya itu mengaku sebagai pemilik akta jual beli (AJB) dan sertifikat hak atas lahan miliknya. Ia pun mengaku memiliki bukti dokumen atas lahan yang kini dikuasai pihak lain.

"Ya, betul sekali (bekas bioskop Kiara 21). Itu lahan bekas punya PT Kharisma Subentra," ujar Urbanisasi, kuasa hukum penggugat di PTUN Bandung, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (9/7/2020).

Menurutnya, kasus ini diawali pembelian tanah yang dilakukan kliennya pada 15 Juni 1990 dari pemilik sebelumnya bernama Siti Latifah. Setelah proses jual beli dilakukan, Rita kemudian pergi ke Jerman.

Kedai Oleh Oleh Simadu Tawarkan Kue Burayot Asli Khas Garut di Cinunuk Sejak 1993

"Menurut keterangan dari klien kami sejak dibelinya tanah tersebut, yang bersangkutan ke Jerman meninggalkan AJB dan sertifikat. Setelah kembali dari Jerman ada peralihan hak kepada pihak lain dari objek yang sama ataupun dari subjek yang sama," katanya.

Urbanisasi mengatakan, sertifikat hak milik (SHM) bernomor 180 yang dimiliki kliennya itu ternyata dipecah menjadi dua, yakni nomor 1594 atas nama Herwanto Suprato dan nomor 1593 atas nama Chand Parvez yang kemudian dialihkan lagi ke PT Nojorono Tobacco International.

Atas dasar itulah, kliennya mengajukan gugatan ke PTUN Bandung. Gugatan diajukan guna mencari keabsahan dari sertifikat atas lahan tersebut.

"Menurut teori dalam hukum tata usaha negara, kita mengenal ada yang disebut sebagai praduga keabsahan, bahwa semua keputusan pemerintah dianggap masih berlaku sepanjang belum ada pembatalan, itu yang kami harus tempuh, maka kami masuk pada peradilan tata usaha negara," ucapnya.

1.262 Orang Positif Covid-19 di Secapa AD Bandung, Pemerintah Minta Warga Jangan Khawatir

Urbanisasi mengatakan lahan tersebut memang saat ini masih kosong. Pihaknya juga sudah memasang plang terkait status kepemilikan lahan.

"Tetapi versi lain ada juga perusahaan yang baru beberapa minggu ini memasang plang bahwa PT Nojorono tidak memperjual belikan tahan itu, ini yang perlu diketahui," katanya.

Sementara Faizal Abdul Azis, kuasa hukum dari Herwanto Suprato yang menjadi tergugat II dalam kasus ini menjelaskan bahwa kliennya justru sudah mendapatkan hak sebelum tahun 1990 atau sebelum suami penggugat membeli lahan di situ.

Di Ciamis Harga Cengkih Anjlok, Kini Cengkih Kering Rp 50 Ribu, Cengkih Basah Rp 17 Ribu Per Kg

"Penggugat itu mendalilkan bahwa tahun 1990 ada AJB dengan nomor sertifikat 180. Nah, yang menjadi masalah di sini, sertifikat nomor 180 pada tahun 1987 bahkan dari 1985 itu sudah ada pengikatan jual beli, jadi tahun 1985 itu sudah ada pengikatan jual beli antara Siti Latifah dengan Hendra Suprapto, karena baru dilunasi baru ada AJB dan tahun 1987 itu pun sekaligus mendaftarkan sertifikatnya atas nama Herwanto Suprato," ujar Faizal.

Gugatan ini pun masih ditangani di PTUN Bandung. Gugatan sudah masuk ke pokok materi.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved