Pengamat Nilai Calon Dirugikan pada Pilkada yang Berlangsung di Tengah Pandemi Covid 1-9

Pilkada Serentak yang digelar di tengah pandemi Covid-19 itu jangan sampai malah nantinya menimbulkan klaster baru dalam penyebaran Covid-19.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
Tribun Jabar/Ferry Fadhlurrahman
Asep Warlan berharap Pilkada Serentak 2020 tak hadirkan klaster baru Covid-19. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pengamat politik dari Universitas Parahyangan (Unpar), Asep Warlan Yusuf, mengatakan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan dilaksanakan serentak tahun ini di tengah pandemi Covid-19 dikhawatirkan akan menimbulkan klaster baru penyebaran Covid-19 jika tidak menerapkan protokol kesehatan dalam setiap tahapannya.

"Pilkada Serentak yang digelar di tengah pandemi Covid-19 itu jangan sampai malah nantinya menimbulkan klaster baru dalam penyebaran Covid-19, atau jadi gelombang kedua, kalau istilah kesehatannya. Itu kami khawatirkan betul, klaster baru gara-gara pilkada. Pastikan semua standar kesehatan diterapkan," kata Asep Warlan, di Bandung, Rabu (1/7/2020).

Guru Besar Unpar ini juga mengatakan ada tiga isu yang mengemuka dan harus diperhatikan terkait pelaksanaan Pilkada Serentak di tengah pandemi Covid-19 ini.

Hal penting yang pertama adalah faktor protokol kesehatan.

"Memang standar protokol kesehatan untuk pilkada ini kita tidak punya contohnya. Kalau protokol kesehatan terkait kegiatan pemerintah, itu agak mudah. Pilkada itu kan gerakan banyak orang. Menggerakkan aspek kegiatan yang sangat kompleks," katanya.

Menurut dia, saat ini Indonesia belum memiliki konsep tentang protokol kesehatan untuk pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19. Jika hal tersebut tidak disiapkan, katanya, maka akan berbahaya bagi aspek kesehatan masyarakat, yakni menjadi klaster baru penyebaran virus.

"Makanya kalau hemat saya, KPU perlu bersama-sama pemerintahan itu membuat protokol kesehatan yang sangat terukur, sangat fasih terkait pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19," kata dia.

Hal yang kedua, kata Asep, adalah tentang biaya pelaksanaan pilkada yang akan lebih tinggi karena ada alokasi biaya tambahan seperti untuk pembelian alat pelindung diri atau APD dan, alat kesehatan, tes Covid-19, dan syarat lainnya yang dulu tidak disediakan atau tidak pernah dianggarkan pada pos pembiayaannya.

Hal yang ketiga, katanya, yakni isu mengenai pelaksanaan teknis kampanye. Harus dirumuskan cara dalam mengabarkan program atau penawaran program dari setiap pasangan calon.

"Nah, apakah itu bisa digunakan dengan pemanfaatan teknologi saat ini seperti memanfaatkan aplikasi atau lainnya. Apakah itu efektif. Apakah masyarakat di pedesaan bisa mengaksesnya terhadap sarana kampanye tadi," kata dia.

Selain itu, lanjut Asep, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 yang digelar di tengah pandemi juga dinilai merugikan setiap pasangan calon kepala daerah yang berlaga di pesta demokrasi ini.

"Tentunya merugikan karena ada tiga kerugian yang bisa ditanggung oleh setiap paslon," kata dia.

Kerugian yang pertama, yang diterima pasangan calon ialah interaksi sosialnya sangat lambat, sangat sulit menjangkau semua pemilih.

Kedua, dari segi biaya akan lebih banyak untuk dikeluarkan karena setiap pasangan calon bisa mengandalkan apa yang disediakan KPU untuk bisa memastikan semua pihak suka dan mengenal dirinya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved