Jasad Terpanggang di Cidahu
Ada Muncikari di Gang Dolly yang Sekejam Aulia Kesuma, Otak Pembunuhan Jasad Terpanggang di Cidahu
Otak pembunuhannya adalah Sumiarsih, muncikari di lokalisasi terkenal di Surabaya, Gang Dolly.
TRIBUNJABAR.ID, SUKABUMI - Kasus pembunuhan bapak dan anak yang jasadnya dipanggang di Cidahu, Sukabumi, Agustus silam sudah selesai disidang.
Empat pelaku telah dihukum, dua di antaranya hukuman mati.
Dua dalang pembunuhan, Aulia Kesuma dan putranya, Geovanni Kelvin dihukum mati sementara dua eksekutor divonis hukuman seumur hidup.
Dua eksekutor itu, Kusmawanto alias Agus dan Muhammad Nursahid alias Sugeng, divonis hukuman seumur hidup oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan.

Kasus pembunuhan dengan jasad terpanggang di Cidahu itu sempat menghebohkan, tahun lalu.
Korbannya adalah ayah dan anak yang jasadnya dibakar di sebuah mobil di Cidahu, Sukabumi, Minggu (25/8/2019).
Aulia Kesuma, pelaku kasus pembunuhan berencana terhadap Edi Candra Purnama alias Pupung Sadili dan M Adi Pradana alias Dana, divonis hukuman mati pada Senin (15/6/2020).

Aulia Kesuma merupakan istri Edi Candra Purnama sementara Dana adalah anak sambung.
Kasus pembunuhan terencana dengan meletakkan jasad korban di dalam mobil sebelum mobil dibakar seperti yang terjadi di Cidahu, Sukabumi ternyata pernah terjadi hampir 30 tahun silam.
Seperti diketahui, sebuah mobil terbakar di Kampung Bondol, Desa Pondokkaso, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi.

Di dalam mobil itu ternyata berisi dua orang yang terbakar hingga menjadi arang.
Belakangan polisi mengungkap kalau kejadian itu bukan sekadar mobil terbakar, melainkan pembunuhan berselubung mobil terbakar.
Kedua korban terpanggang yang diketahui bapak dan anak itu dibunuh di rumah mereka di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Yang menghabisi keduanya adalah pembunuh bayaran sewaan mantan istri muda korban, AK.
Setelah kedua korban meninggal, keempat eksekutor meletakkan korban di sekitar SPBU Cirende.

Eksekutor kemudian meminta AK untuk ke lokasi untuk mengambil mobil yang sudah berisi jenazah suami dan anak tirinya.
Pada Minggu (25/8/2019) sekira pukul 07.00 WIB, AK dan anaknya KV (18) mengambil mobil yang berisi dua jenazah dan membawa jenazah ke Cidahu, Sukabumi.
Dari dekat lokasi tersebut, AK membeli bensin dan menyerahkan kepada KV untuk membakar mobil tersebut.
Pembunuhan berencana yang dirancang AK ini serupa dengan pembunuhan di Gang Dolly, Surabaya, 13 Agustus 1988 silam atau 31 tahun lalu.

Otak pembunuhannya adalah Sumiarsih, muncikari di lokalisasi terkenal di Surabaya, Gang Dolly.
Selain Sumiarsih, pelaku pembunuhan itu adalah suaminya, Djais Adi Prayitno, Sugeng (anak Sumirasih), Sersan Dua Adi Saputro (menantu), serta Nanok dan Daim (pegawai Sumirasih).
Korbannya adalah Komandan Primer Koperasi Angkatan Laut Letnan Kolonel Purwanto, Sunarsih (istri Purwanto), Haryo Bismoko, Haryo Budi Prasetyo (anak Purwanto), dan Sumaryatun (kerabat).
Sumiarsih adalah pemilik Wisma Happy Home di Gang Dolly.
Ketika itu, wisma milik Sumiarsih alias Mami Rose sangat terkenal karena dikenal dihuni perempuan-perempuan cantik.
Karena wisma Mami Rose ini ramai, korban yakni Purwanto ingin bekerja sama.
Purwanto lantas turut mendirikan wisma di Gang Dolly dengan Sumiarsih alias Mami Rose jadi pengelolanya.
Namun, Sumiarsih harus menyetor Rp 20 juta per bulan dari wisma milik Purwanto.
Belakangan, bisnis esek-esek Gang Dolly meredup karena aparat di Surabaya gencar melakukan razia.
Namun, Purwanto tetap menagih meski setoran seret, bahkan sering menganiaya Sumiarsih.
Purwanto mulai melunak pada Sumiarsih setelah melihat Wati, putri Sumiarsih yang diasuh neneknya di Jombang.
Ketika itu, Wati masih berusia 15 tahun.
Karena 'diincar' oleh Purwanto, Sumiarsih lantas menikahkan Wati dengan Adi Saputro, seorang polisi di Jombang.
Setelah menikahkan Wati dengan Adi Saputro, Sumiarsih kembali sering dianiaya Purwanto.
Tak tahan, Sumiarsih lantas merencanakan pembunuhan.
Purwanto dan keluarganya lantas dibunuh Sumiarsih dkk di rumah Purwanto di dekat Gang Dolly.
Jasad mereka kemudian dimasukkan mobil lantas dibawa ke Batu, Malang.
Mobil berisi Purwanto dan keluarganya itu diterjunkan ke jurang sebelum disiram bensin dan dibakar.
Polisi akhirnya berhasil mengungkap kasus mobil terbakar di Songgoriti tersebut dan menangkap Sumiarsih dkk.
Sumiarsih dan sang putra, Sugeng sudah dieksekusi mati tahun 2008 silam.
Eksekusi Sumiarsih
Eksekusi yang dialami terpidana mati Sumiarsih dan Sugeng pada 19 Juli 2008 lalu masih menyisakan cerita.
Informasi dari sumber terpercaya kepada Surya (Grup Tribun Jabar) menyebutkan, dari enam peluru tajam yang diarahkan ke terpidana, setidaknya satu peluru tidak persis mengenai sasaran.
Itu terjadi pada Sumiarsih, ibu kandung Sugeng.
Satu peluru kaliber 5,56 mm yang dimuntahkan dari senapan laras panjang jenis M-16 tidak mengenai bagian jantung, yang jadi sasaran utama tembakan eksekusi.
Peluru tersebut hanya melukai sedikit daging bagian dada kiri atas Sumiarsih.
Yang justru terkena paling banyak oleh satu peluru itu adalah lengan kiri sisi dalam Sumiarsih. Akibatnya, lengan kiri sisi dalam itu terkoyak cukup lebar.
Lima peluru lainnya pun tidak persis mengenai titik di dada yang tembus jantung. Ada yang melebar sedikit sehingga mengoyak bagian payudara Sumiarsih
. “Diduga peluru yang meleset ke lengan itu berasal dari senapan paling ujung kanan,” kata sumber Surya yang ikut melakukan otopsi jenazah kedua terpidana tersebut.
Sumber itu lantas menunjukkan foto-foto Sumiarsih dan Sugeng yang baru saja dieksekusi. Foto-foto itu diambilnya lewat HP yang berkamera, dan tampak jelas gambar Sumiarsih dan Sugeng.
Namun, sumber itu menolak ketika Surya meminta foto-foto tersebut untuk direproduksi. Sumber itu membenarkan pernyataan resmi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim bahwa regu tembak untuk setiap terpidana tereksekusi berjumlah 12 orang yang berasal dari Satuan Brimob Polda Jatim.
Senapan serbu jenis M-16 memang dimiliki oleh Brimob.
“Keduanya tepat berada di tengah-tengah jajaran 12 penembak, dan keduanya ditembak secara bersamaan. Suara tembakan terdengar nyaris serentak, bahkan seperti terdengar satu kali saja letusan keras,” imbuh sumber itu.
Sedangkan tembakan untuk Sugeng tak ada yang meleset. Semua mengarah ke bagian dada kiri atas hingga tembus ke punggung.
Bekas-bekas tembusan peluru itu membentuk lingkaran-lingkaran kecil berjajar di punggung kiri Sugeng.
“Darah dari luka-luka Sugeng mengucur deras, bahkan sampai ada yang keluar dari lubang hidung,” kata sumber itu.
Saat proses otopsi luar di ruang otopsi IKF (Instalasi Kedokteran Forensik) RSU Dr Soetomo Surabaya, menurut sumber tersebut, luka-luka mereka dibersihkan dengan memasukkan semacam kapas atau perban ke bagian tubuh yang berlubang.
Kemudian menutupnya dengan menjahit luka tersebut menggunakan kulit sekitarnya yang ditarik satu sama lain.
Hal yang sama juga dilakukan pada luka koyakan.
Namun, sebelum dijahit tertutup, pembuluh darah yang mengucurkan darah lebih dulu disumpal dengan kapas atau kain perban sampai pendarahan berhenti.
Karena itu, saat dimakamkan, luka-luka tembak itu hanya meninggalkan bekas jahitan saja.(*)
Belasan foto kebersamaan Edi Chandra Purnama alias Pupung Sadili dan Aulia Kesuma masih terpajang rapi di rumahnya di Jalan Lebak Bulus 1, Cilandak, Jakarta Selatan.
Di antara foto-foto tersebut, terdapat momen saat keduanya melangsungkan pesta pernikahan.
Foto itu dipajang di lantai satu rumah Pupung, tepatnya berada di ruang tamu atau di depan kamar tidur mereka.
Sementara, pada etalase di sudut ruangan, keduanya pun terlihat mesra dalam bingkai foto.
Pada beberapa foto menunjukkan mereka duduk berdampingan sembari memangku putrinya, Reina (4).
Foto-foto itu seolah jadi saksi bisu ketika Aulia menghabisi nyawa sang suami pada Jumat (23/8/2019).
Ia meracuni Pupung dengan jus tomat yang telah dicampur puluhan butir obat tidur.
Berikutnya, dengan bantuan dua eksekutor sewaan, Aulia membekap Pupung hingga meninggal dunia.
Aksi pembunuhan itu kembali diulangi kepada M Adi Pradana alias Dana, anak tirinya.
Setelah membunuh Pupung dan Dana, Aulia bersama anak kandungnya, Giovanni Kelvin, membakar jasad keduanya di Sukabumi, Jawa barat, Minggu (25/8/2019).
Emosi Aulia Kesuma Memuncak saat Jalani Rekonstruksi, Geram dengan Sikap Pembunuh Bayaran
Aulia Kesuma tampak emosi ketika memeragakan pembunuhan terhadap suaminya, Edi Chandra Purnama alias Pupung Sadili.
Reka adegan itu dilakukan di rumah Pupung di Jalan Lebak Bulus 1, Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (5/9/2019).
Dalam rekonstruksi yang berlangsung di kamar korban, Aulia juga ditemani dua eksekutor sewaannya, Agus dan Sugeng.
Aulia terlihat kesal lantaran menilai adegan yang dilakukan Agus dan Sugeng tidak sesuai fakta.
"Jangan belaga bego gitu, saya juga bisa marah. Kamu begini loh, Geng. Pegangin kaki begini. Terus si ini (Agus) pegang tangannya," kata Aulia.
Sugeng awalnya berada sisi kiri saat Pupung dalam posisi telentang. Namun, menurut Aulia, posisi Sugeng berada di sebelah kanan.

Aulia juga sempat merasa geram dengan adegan yang dilakukan Agus.
Aulia mengatakan Agus menginjak leher Pupung. Namun, Agus merasa dirinya hanya menginjak bahu.
"Ini kamu iket tangannya loh, Gus. Terus kamu injak ini (leher Pupung)," ucap dia.
Aulia diduga sebagai pelaku utama kasus pembunuhan Pupung dan anak tirinya, M Adi Pradana alias Dana.
Jasad ayah dan anak itu kemudian dibakar di kawasan Sukabumi, Jawa Barat.

Beli obat tidur
Penyidik Jatanras Polda Metro Jaya menggelar rekonstruksi perencanaan pembunuhan Edi Chandra Purnama dan anaknya M Adi Pradana.
Rekonstruksi digelar Apartemen Kalibata City, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (5/9/2019).
Dalam rekonstruksi ini, Polisi menghadirkan pelaku utama pembunuhan, yakni istri kedua korban Aulia Kesuma serta dua eksekutor berinisial S dan A.
Pantauan TribunJakarta.com (Grup Tribunnews.com), Polisi dan ketiga tersangka tiba di Apartemen Kalibata sekitar pukul 13.45.
Adegan pertama dari rekonstruksi ini digelar di salah satu apotek di Tower Gaharu.
Di tempat tersebut, Aulia memperagakan saat dirinya membeli obat tidur.
Saat ini masih proses rekonstruksi masih terus berlangsung. Kali ini di minimarket di Tower Nusa Indah.

Ngopi bareng pembunuh sewaan
Aulia Kesuma, pelaku utama pembunuh Edi Chandra Purnama alias Pupung Sadili dan anak tirinya M Adi Pradana alias Dana, sempat 'ngopi' bareng dua eksekutor sewaannya berinisial S dan A.
Kopi tersebut dibeli Aulia di sebuah minimarket di dekat Tower Nusa Indah Apartemen Kalibata City, Pancoran, Jakarta Selatan.
Ia membeli kopi itu seorang diri di dalam minimarket. Sementara S dan A menunggu di halaman parkir.
Setelah membeli kopi, Aulia pun menghampiri S dan A yang telah menunggu.
"Ibu ngapain di sini?" tanya seorang penyidik dari Polda Metro Jaya.
"Saya ngopi Pak," jawab Aulia dengan wajah tertunduk.
Adegan 'Ngopi' bareng dua eksekutor sewaannya itu hanya berlangsung sekitar 10 menit.
Setelahnya, Aulia digiring ke lobi Tower Mawar. Di sanalah ia bertemu anak kandungnya, Giovanni Kelvin.
Aulia lalu naik ke lantai 20 atau ke kamar Kelvin untuk mengambil jus dan alkohol.
Reka adegan selanjutnya digelar di rumah Pupung di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Jus tomat dicampur obat tidur
Edi Chandra Purnama alias Pupung Sadili dibunuh istri mudanya, Aulia Kesuma.
Pupung dibunuh dengan cara diracun menggunakan obat tidur yang telah digerus.
Obat tidur tersebut kemudian dicampur ke dalam jus tomat oleh Aulia.
Dalam rekonstruksi yang digelar penyidik Polda Metro Jaya di rumah Pupung di Jalan Lebak Bulus 1, Cilandak, Aulia memperagakan itu semua.
Mulai dari menumbuk obat tidur sampai memasukkannya ke dalam gelas yang berisi jus tomat. Adegan itu dilakukan di bagian dapur rumah korban.
Aulia dan Pupung meminum jus tomat tersebut di ruang tamu berukuran sekitar 5x10 meter.
"Habis minum, Pak Edi (red: Pupung Sadili) sempat tanya, 'kok pahit?'," kata Aulia di hadapan para penyidik Polda Metro Jaya.
"Iya itu dicampur sayur pare," ujar dia memperagakan jawabannya kepada Pupung.
Guna membuat Pupung Sadili cepat terlelap, Aulia Kesuma mengajaknya untuk berhubungan intim di kamar.
Setelah Pupung tertidur, Aulia membekapnya dengan handuk, dibantu dua orang eksekutor sewaannya, Agus dan Sugeng.
Agus pun tewas di tangan ketiganya. Jasadnya kemudian dibakar di dalam mobil di kawasan Sukabumi, Jawa Barat. (Annas Furqon Hakim/TribunJakarta.com)