Mozaik Ramadan
Tabuh Dlugdag, Tradisi Keraton Kasepuhan Cirebon Sambut Ramadan Berlangsung Tidak Seperti Biasanya
Suasana hening tampak terasa di kompleks Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Kamis (24/4/2020).
Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: Dedy Herdiana
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Ahmad Imam Baehaqi
TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Suasana hening tampak terasa di kompleks Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Kamis (24/4/2020).
Sejumlah orang terlihat bergegas dari areal Dalem Arum Keraton Kasepuhan menuju Langgar Agung yang berada persis di depan Museum Benda Pusaka.
Namun, saat berjalan rombongan yang berjumlah delapan orang itu tampak tidak saling berdekatan dan mengenakan masker.
• VIDEO: Mengintip Tradisi Tabuh Dlugdag di Keraton Kasepuhan Cirebon

Selain itu, jarak setiap orang dalam rombongan yang dipimpin Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natariningrat, itu kira-kira mencapai satu meter.
Tiba di Langgar Alit, Sultan Arief beserta rombongan tampak langsung menuju Bedug Samogiri yang berada di sisi kiri.
Selanjutnya Sultan Arief pun menyampaikan khutbah singkat kemudian langsung menabuh bedug itu.
Bedug tersebut dipukul secara bergantian oleh beberapa orang dengan irama dan tempo yang berbeda-beda.
Rangkaian tersebut merupakan tradisi tabuh dlugdag dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadan.
• Bupati Cirebon Imbau Masyarakat Laksanakan Halal Bihalal Idulfitri Tahun Ini Melalui Telekonferensi
Sultan Arif mengatakan, tradisi tabuh dlugdag berlangsung sejak ratusan tahun silam.
Menurut Arief, tabuh dlugdag biasa digelar selepas Ashar dan menjadi tanda bahwa malamnya umat Islam mulai melaksanakan salat tarawih.
"Ini sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa mulai nanti malam mulai salat tarawih," ujar Arief Natadiningrat saat ditemui usai kegiatan.
Ia mengatakan, di masa lampau belum ada teknologi pengeras suara ataupun alat komunikasi sehingga tabuh dlugdag menjadi pemberitahuan bagi masyarakat kala itu.
Menurut dia, tradisi tersebut merupakan warisan sejak era Sunan Gunung Jati selaku Sultan Cirebon yang pertama.
Namun, Arief mengakui di tengah pandemi Covid-19 pelaksanaan tabuh dlugdag tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Kali ini, tradisi tersebut hanya diikuti oleh keluarga keraton dan beberapa abdi dalem.
"Biasanya melibatkan abdi dalem dan masyarakat sekitar keraton juga berkumpul melihat tabuh dlugdag," kata Arief Natadiningrat.
Bahkan, tabuh dlugdag kali ini tampak hanya diikuti kira-kira 15 orang dan hampir tidak ada warga sekitar keraton yang datang.
Arief menjelaskan, hal itu sengaja dilakukan untuk menghindari kerumunan massa yang justru rentan menjadi penyebaran Covid-19.
Jika pada tahun lalu tradisi tabuh dlugdag diawali salat Ashar berjemaah dan doa bersama, maka kali ini hal tersebut tidak dilakukan.
"Yang ikut tabuh dlugdag juga mengenakan masker dan saling menjaga jarak," ujar Arief Natadiningrat.
Pihaknya bersyukur tradisi tabuh dlugdag bisa dilaksanakan meski hanya dihadiri keluarga keraton dan beberapa abdi dalem.
Selain itu, ia memastikan pada Ramadan kali ini Langgar Agung Keraton Kasepuhan tidak menyelenggarakan salat tarawih berjemaah sesuai anjuran MUI.
Menurit Arief, keluarga keraton, abdi dalem, dan para wargi menunaikan salat tarawih di rumahnya masing-masing.
Tak hanya itu, kegiatan tadarus Alquran yang biasa digelar selepas salat tarawih juga ditiadakan pada Ramadan tahun ini.
Bahkan, tahun ini buka puasa bersama abdi dalem, para wargi, dan anak yatim yang rutin digelar setiap tahunnya juga dipastikan tidak dilaksanakan.
"Kami mendukung upaya pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19," kata Arief Natadiningrat.
Karenanya, pihaknya mengajak seluruh elemen masyarakat Cirebon untuk menaati imbauan-imbauan pemerintah dalam mencegah penyebaran Covid-19.
Arief juga berharap masyarakat meningkatkan kualitas ibadah dan banyak berdoa kepada Allah SWT agar pandemi Covid-19 segera berakhir.