Mengenang Perjuangan RA Kartini Bagi Perempuan, Bermula dari Derita Ibunya, Hidup di Antara Poligami
Pada 21 April 2019, diperingati sebagai Hari Kartini. Hari itu merupakan momen spesial untuk mengingat pelopor emansipasi wanita, yakni RA Kartini.
Terlebih lagi, di sana juga RA Kartini bisa dekat dengan kakaknya, Kartono.
Namun, mimpi itu akhirnya direnggut oleh kedatangan Mr Abendanon berikutnya. Kedatangannya agar membujuk RA Kartini untuk mengurungkan niat belajar di Belanda.
Mr Abendanon juga menjanjikan agar belajar di Batavia saja. Selain lebih dekat, keluarga RA Kartini ternyata juga lebih mendukung ide itu.
Gagalnya RA Kartini menimba ilmu di Eropa, berakibat pada kehidupan RA Kartini berikutnya yang serba murung.
Banyak keinginan RA Kartini untuk sekolah di berbagai tempat juga kandas karena batasan-batasan dari orangtuanya.
Lagi-lagi ayah RA Kartini menarik kembali izin bagi RA Kartini untuk bisa belajar di Batavia.
Keputusan itu membuat RA Kartini terkejut bahkan sampai pingsan. Selanjutnya, duka mendalam selalu membayangi kehidupan RA Kartini, hingga akhir hayat.

Saat izin diperoleh dan beasiswa dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk belajar di Batavia dikabulkan, RA Kartini harus memilih jalan lain yaitu menikah dengan Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat.
Bupati Rembang mencintai RA Kartini sepenuh hati, tapi ternyata ia memiliki tiga selir. Ia juga pernah dua kali ditinggal istrinya meninggal.
Namun, suaminya mengerti keinginan RA Kartini. Sehingga ia diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.
• TPS Belum Buka, WNI di Singapura Sudah Antre Siap Mencoblos, SBY Mencoblos Pukul 15.00
Sayangnya, RA Kartini tak memiliki umur panjang. Setelah melahirkan anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, pada 13 September 1904, beberapa hari kemudian, 17 September 1904, RA Kartini meninggal pada usia 25 tahun.
Ia dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Dari surat-surat RA Kartini, tersiar gagasan RA Kartini ke seantero Belanda hingga Indonesia.
Hingga akhirnya terbentuk “Dana RA Kartini” di Belanda yang digalang oleh sahabat-sahabat RA Kartini di Belanda.
Pada masa itu, api RA Kartini berkobar di Belanda dan menjadi momentum untuk mengajak warga Belanda membalas budi.