Festival Ngarot di Lelea Indramayu, Lestarikan Adat Leluhur demi Jaga Kesucian Pergaulan Anak Muda
Ribuan masyarakat tampak antusias datang untuk menyaksikan pergelaran Festival Ngarot di Desa/Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu.
"Ngarot ini ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa setelah melaksanakan panen raya sekaligus menjelang musim tanam tiba," ujar Raidi kepada Tribuncirebon.com saat ditemui di kediamannya, Rabu (18/12/2019).
Ia menjelaskan, siapapun yang menjadi kepala Desa Lelea wajib melestarikan adat istiadat tersebut.
Hal itu agar keberkahan bisa selalu diraih para petani saat musim rendeng atau musim tanam tiba.
Selain itu, Festival Ngarot itu juga sebagai ungkapan rasa syukur atas berlimpahnya hasil tani di Desa Lelea.
Mengenai berpawainya atau diaraknya para perawan dan perjaka ini memiliki filosofi untuk membina pergaulan yang sehat, saling menyesuaikan sikap, serta tingkah laku yang sesuai dengan adat budaya.
Terlebih bagi para gadis yang menjadi peserta, mereka harus bisa menjaga diri sendiri dan jangan pernah melakukan hal-hal negatif yang dilarang oleh agama.
"Intinya itu, sebelum punya suami mereka harus bisa menjaga kesuciannya," ujar dia.

Mulanya oleh Ki Buyut Kapol
Raidi menjelaskan, budaya Ngarot pertama kali dikenalkan oleh Ki Buyut Kapol.
Ki Buyut Kapol merupakan seorang tokoh yang berpengaruh di Desa Lelea.
Saat itu ia memberikan sawah miliknya seluas 2,6 hektare sawahnya untuk dikelola muda-mudi di Desa Lelea.
Setelah panen, hasilnya digunakan untuk makan bersama.
"Ia wakafkan sebidang tanah untuk para pemuda-pemudi. Dari pada berbuat yang tidak benar, ia mengusulkan untuk mengumpulkan anak-anak di rumahnya untuk makan-makan dan nanti diberikan perintah untuk menggarap sawah," ucapnya.