Hari AIDS Sedunia
Balita di Cianjur Idap HIV/AIDS, Tertular Lewat Air Susu Ibu, Sang Ayah Sumbernya, Anggaran Minim
Peringatan Hari AIDS Sedunia 2019 ini diwarnai dengan pengungkapan fakta yang mengejutkan dari Kabupaten Cianjur, seorang balita tertular HIV/AIDS
TRIBUNJABAR.ID, CIANJUR – Peringatan Hari AIDS Sedunia 2019 ini diwarnai dengan pengungkapan fakta yang mengejutkan dari Kabupaten Cianjur, seorang balita tertular HIV/AIDS yang diturunkan oleh orangtuanya.
Balita malang tersebut diduga tertular HIV/AIDS dari Air Susu Ibu (ASI).
Ibunya sendiri positif mengidap HIV/AIDS setelah tertular dari sang suami.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur Rostiani Dewi dikutip dari Kompas.com, mengatakan, kasus tersebut bukan temuan baru.
Hanya saja, sepanjang tahun ini atau hingga Oktober 2019, anak atau balita yang mengidap HIV/AIDS baru terdata satu orang.
“Ibunya itu terpapar dari suaminya yang sebelumnya telah positif mengidap HIV/AIDS," kata Rostiani kepada Kompas.com, Jumat (29/11/2019) jelang peringatan hari AIDS Sedunia yang selalu diperingati setiap tanggal 1 Desember.
• Ingat, Besok Peringatan Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2019, Begini Sejarah Perjuangan Melawan HIV
Selain itu, pihaknya juga menemukan kasus sejumlah orang dengan HIV/AIDS dari kalangan ibu rumah tangga.
"Ditularkan oleh suaminya. Faktor penyebabnya perilaku tidak setia pada pasangan, dan ada juga akibat penggunaan jarum suntik (narkoba)," ucap Rostiani.
Adanya temuan tersebut mendorong pemerintah daerah mengeluarkan program pemeriksaan HIV gratis bagi ibu hamil, termasuk pasien tuberculosis (TBC) di tingkat puskesmas dan rumah sakit.
"Kalau ada ibu hamil yang positif (HIV/AIDS), maka bisa diketahui sedari dini dan kondisinya bisa terus dipantau, terutama saat melahirkan. Termasuk menindaklanjutinya untuk menjalani pengobatan rutin," kata dia.
• Wanita di Bolaang Mongondow Derita AIDS, Ditulari Suami Kedua, Sembunyikan dari Suami Ketiga
Rostiani menyebutkan, sepanjang Januari hingga Oktober 2019, jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Cianjur sebanyak 158 orang.
Data tersebut diperoleh dari pemeriksaan terhadap 9.000 orang yang dilakukan di tingkat puskesmas dan rumah sakit, melingkupi ibu hamil dan pasien TB.
Selain itu, dari laporan hasil pemeriksaan dari populasi kunci seperti kaum homoseksual, waria, wanita penjaja seksual dan pengguna narkoba jarum suntik yang dilakukan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) setempat.

"Dengan data ini, jumlah penderita HIV/AIDS naik dibandingkan tahun sebelumnya yang jumlahnya 140 orang," ucap Rostiani.
Sementara itu, petugas KPA Kabupaten Cianjur Faisal menambahkan, kasus HIV/AIDS di Kabupaten Cianjur sempat turun pada 2018.
Namun, angkanya naik lagi tahun ini. “Jumlah yang baru masuk tahun ini sekitar 150 orang lebih.
• 2 Gadis asal Bandung Terjerat Lokalisasi di Pangkalpinang, Dulu Masih Perawan, di Sini Tidak Lagi
Namun sejatinya jumlah riil di lapangan bisa lebih banyak lagi, bisa tiga hingga lima kali lipat jumlahnya, sebagaimana perhitungan estimasi dari WHO, 1 berbanding 3 hingga 5,” tutur dia.
Sepanjang tahun ini, kata Faisal, pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Cianjur yang meninggal dunia ada dua orang.
“Bulan kemarin ada satu orang (meninggal), minggu kemarin juga ada satu. Namun, data pastinya untuk tahun ini masih direkap,” ucap dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Balita di Cianjur Terkena HIV/AIDS"
Masih Minim
Masa anak-anak seharusnya diisi dengan keceriaan. Itulah salah satu pesan utama dari peringatan Hari Anak Nasional setiap 23 Juli.
Namun, ribuan anak-anak Indonesia harus berjibaku dengan statusnya sebagai anak dengan HIV/AIDS ( ADHA).
Bahkan, dikutip dari Kompas.com, makin banyak generasi masa depan bangsa ini yang berstatus ADHA.
Persoalan inilah yang coba disorot bersama oleh Kompas, Kompas.com, Kompas TV, dan Kontan, sebagai salah satu upaya menyuarakan mereka yang suaranya tidak terdengar ( Voice for Voiceless).
Nah, memang, tiga tahun terakhir, jumlah ADHA relatif turun. Persentase ADHA terhadap total penderita HIV/AIDS di Tanah Air, juga relatif mengecil.
Namun, total populasi ADHA relatif tinggi, yakni mencapai sekitar jumlahnya naik jika dibandingkan 2.188 jiwa pada tahun lalu, dan naik turunnya seirama naik turun total penderita HIV/AIDS.
Pemerintah mengaku berupaya mengatasi persoalan ini, misalnya melalui strategi anggaran penanganan dan pencegahan HIV/AIDS.
Anggaran ini masuk salah satu pos anggaran Kementerian Kesehatan, serta di daerah-daerah.
Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, anggaran kesehatan pada 2014 senilai Rp 59,7 triliun.
Tahun ini nilainya melesat lebih dari dua kali lipat menjadi sekitar Rp 123,1 triliun.
Dari jumlah itu, anggaran untuk penanganan HIV/AIDS belum menjadi fokus penggunaan anggaran.
Pemerintah masih memakai anggaran untuk tiga hal, yakni penanganan stunting, prevalensi tuberkulosis, dan eliminasi malaria. Keterbatasan anggaran menyebabkan kesenjangan pemenuhan dana.
Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2015-2019 Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, mencatat kebutuhan pendanaan terkait HIV/AIDS tahun 2019 sebesar 184,71 juta dollar AS.
Tapi, dana yang tersedia 75,59 juta dollar AS. Alhasil, masih ada kekurangan 109,12 juta dollar AS. Kesenjangan pemenuhan dana tersebut terus meningkat sejak 2015 yang masih ada gap sekitar 22,45 juta dollar AS.
Meski belum menjadi fokus utama, Kementerian Kesehatan (Kemkes) memastikan alokasi dana APBN untuk mengatasi HIV/AIDS terus meningkat seiring penambahan anggaran kesehatan.
"Tahun ini (anggaran penanganan HIV/AIDS) sekitar Rp 2,5 triliun. Jumlah ini sebenarnya sudah cukup besar untuk dimanfaatkan para penderita HIV/AIDS," kata Anung Sugihantono, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemkes, dalam wawanara, Selasa (16/7/2019).
Menurut Anung, sejak 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki program peningkatan kualitas manusia Indonesia.
Untuk itu, anggaran penanganan HIV dan AIDS mulai meningkat pesat sejak 2018.
Namun Anung tak merinci anggaran tahun 2018. Yang jelas, dari anggaran tahun ini yang senilai Rp 2,5 triliun, sebanyak Rp 1,1 triliun khusus untuk belanja obat.
"Anggaran ini sangat besar, dan diharapkan mampu menurunkan angka penderita ODHA dan ADHA," papar Anung. Anung menandaskan, anggaran penanganan HIV/AIDS bisa stabil atau bahkan naik tahun berikutnya, terutama untuk pencegahan.
Pemerintah berjanji memperbanyak pengadaan alat skrining untuk menyesuaikan dengan angka kehamilan di Indonesia yang mencapai 5,2 juta orang per tahun.
Dia optimistis, langkah ini akan efektif mencegah penambahan ADHA.
Kendala lain
Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menandaskan, pemerintah berupaya maksimal untuk mencegah peningkatan jumlah ADHA.
Agar anak-anak tak berdosa tidak menanggung virus yang diderita oleh ibunya, pemerintah memberi fasilitas pemeriksaan kandungan untuk mendiagnosis virus itu secara gratis.
Fasilitas itu bisa didapatkan di puskesmas, klinik, hingga rumah sakit yang tersebar di seluruh Indonesia.
Saat ini terdapat 7.093 layanan kesehatan yang bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi dan mengobati HIV/AIDS.
"Bila positif HIV ibu tersebut bisa minum obat antiretroviral (ARV) yang disediakan pemerintah," terang Nila.
Nila menyatakan, anak usia 0-14 tahun pengidap HIV hampir dipastikan berasal dari orang tuanya, dalam hal ini ibu yang melahirkannya.
Dia mengimbau kepada para orang tua untuk memeriksakan kondisinya ke dokter.
"Kebanyakan orang tua ini malu atau enggan ketika diminta untuk periksa, akhirnya anak yang jadi korban," papar Nila.
Padahal, pencegahan penularan HIV/AIDS bisa efektif jika sebelum usia kandungan berusia 4-6 bulan.
Ibu hamil bisa menghindari anak dalam kandungannya bersih dari virus HIV dengan minum obat ARV secara rutin dan mendapat bimbingan dari tenaga medis.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengakui anggaran penandangan ODHA dan ADHA masih minim.
Selama ini anggaran tersebut masih terfokus untuk obat dan tenaga medis.
Padahal, penanganan penderita HIV/AIDS yang utama adalah sosialisasi dan bimbingan.
"Anggaran yang digelontorkan masih minim sehingga rehabilitasi belum merata. Banyak juga yang tidak tercover karena tidak tahu," kata ," kata Ace.
Anggaran untuk penanganan HIV/AIDS masih minim sehingga rehabilitasi belum merata. (*)
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Penanganan ADHA Terganjal Dana, dan Kompas.com dengan judul "Masih Minim, Alokasi Anggaran untuk Cegah Anak Kena HIV/AIDS"
Editor : Palupi Annisa Auliani