Serunya Balap Kadaplak di Lembang, Permainan Tradisional dari Kayu yang Meluncur dari Ketinggian

Perlombaan permainan tradisional balap kadaplak kembali digelar warga setempat di Kampung Batuloceng, Desa Suntenjaya

Penulis: Hilman Kamaludin | Editor: Ichsan
Tribunjabar/Hilman Kamaludin
Peserta balap kadaplak saat melintas di lintasan. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin

TRIBUNJABAR.ID, LEMBANG - Perlombaan permainan tradisional balap kadaplak kembali digelar warga setempat di Kampung Batuloceng, Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Kamis (21/11/2019).

Kadaplak merupakan, mobil-mobilan tanpa mesin yang terbuat dari kayu, pada bagian depan dibuat kemudi serta empat roda kayu yang juga terbuat dari kayu. Permainan tradisional ini hanya bisa berjalan kencang di lintasan curam saja.

Dalam perlombaan tersebut sama sekali tidak terdengar gemuruh suara mesin dan lintasan mulus, namun yang ada hanyalah gelak tawa dan suara teriakan serta tepuk tangan dari para penonton, sehingga membuat perlombaan tersebut tetap seru.

Sebelum memulai balapan, peserta harus membawa dulu kadaplak dari bawah menuju ketinggian perkebunan pinus. Dari atas ketinggian dan lintas yang curam itulah, peserta balapan baru bisa memulai perlombaan.

Kasus Pengantin Pesanan Mulai Disidangkan di PNBB, Cewek Indonesia Dinikahi lalu Diboyong ke China

Setelah berada di atas ketinggian, peserta bersiap-siap untuk balapan, layaknya balap mobil pada umumnya. Begitu bendera start diangkat, para peserta meluncur meliuk-liuk di lintasan curam sepanjang 100 meter di lereng Bukit Tunggul.

Peserta balap kadaplak saat melintas di lintasan 2
Peserta balap kadaplak saat melintas di lintasan 2 (Tribunjabar/Hilman Kamaludin)

Saat meluncur, peserta berusaha mengendalikan kadaplak untuk berada diposisi paling depan. Namun perlu nyali ekstra untuk bisa jadi pembalap kadaplak karena pemain meluncur tanpa rem dan setir.

Untuk melambatkan laju dan berbelok, pemain hanya mengandalkan kaki dan menyeimbangkan badan agar tak jatuh, namun tak jarang, para peserta terjungkal dari kadaplaknya, terutama saat berada di tikungan.

Walaupun tergolong ekstrem, permainan tradisional ini tak hanya didominasi peserta laki-laki, tetapi emak-emak pun, berani meski harus terjungkal hingga menyebabkan tubuh mereka lecet. Kendati demikian mereka tetap riang.

Lahan Pertanian di Sindangkerta KBB Kekeringan, ACT Luncurkan Humanity Rice Truck

"Karena meski permainan ini hanya untuk mengejar kesenangan semata. Permainan kadaplak ini punya nilai sejarah yang dalam," ujar penggeas balap kadaplak, Gunawan Azhari.

Ia menceritakan, dulunya warga Kampung Batuloceng merupakan warga hasil relokasi pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1907. Sebelumnya, warga tinggal di daerah aliran sungai (DAS) Cikapundung.

"Ketika itu warga menanam tembakau untuk keperluan Hindia Belanda. Nah, alat untuk menurunkan hasil panen kebun dan tembakau itu, menggunakan kereta kayu atau yang kita sebut kadaplak," katanya.

Namun, kata dia, tidak ada catatan pasti mengenai kapan warga mulai menggunakan kereta kayu untuk menurunkan hasil panen. Perkiraannya, kata dia, kereta kayu itu sudah digunakan sejak tahun 1930.

"Dari tahun 1930 hingga 1990 masih digunakan, baru dari 1990 hingga 10 tahun terakhir mulai meredup. Seiring dengan makin mudahnya warga memiliki kendaraan bermotor," katanya.

Ia mengatakan, permainan ini, baru dihidupkan kembali sekitar tahun 2013 di Batuloceng dan permainannya kerap dibarengi dengan perayaan hari besar seperti HUT RI atau penanda masa panen.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved