Presiden Setuju KPK Jadi Lembaga Pemerintah, Revisi UU KPK Jalan Terus, Ini 3 Keinginan Jokowi
Presiden Joko Widodo setuju Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menjadi lembaga pemerintah atau eksekutif.
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Presiden Joko Widodo setuju Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menjadi lembaga pemerintah atau eksekutif.
Hal itu dikutip dari Kompas.com, disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly dalam rapat dengan Badan Legislasi DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019) malam.
Dalam rapat itu, Yasonna membacakan pandangan Presiden atas draf revisi Undang-Undang KPK yang diusulkan DPR.
Yasonna mengatakan, status KPK sebagai lembaga negara ini sebenarnya sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 36/PUU-XV/2017 mengenai pengujian Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"(Putusan itu) menyebutkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga penunjang yang terpisah atau bahkan independen yang merupakan lembaga di ranah eksekutif, karena melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif, yakni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan," ucap Yasonna.
"KPK merupakan lembaga negara sebagai state auxiliary agency atau lembaga negara di dalam ranah eksekutif yang dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun," sambung politisi PDI-P ini.
• Irjen Firli Ditetapkan Jadi Ketua KPK Dini Hari, Sosok Kontroversial dan Disebut Langgar Kode Etik
• Meski Kontroversi, Irjen Firli Akhirnya Terpilih Jadi Ketua KPK 2019-2023
• Rekam Jejak Lima Komisioner KPK Terpilih Periode 2019-2023, Irjen Firli Jadi Ketua KPK
Keinginan Jokowi yang dibacakan Yasonna ini sesuai dengan draf RUU KPK yang disusun DPR.
Dalam Pasal 1 ayat 3 draf RUU KPK disebutkan bahwa KPK merupakan lembaga pemerintah pusat yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan Undang-Undang.
Lalu dalam pasal 1 ayat 7, pegawai KPK adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang aparatur sipil negara.
Kemudian dalam pasal 3 draf RUU KPK disebutkan lagi KPK merupakan lembaga Pemerintah Pusat yang dalam melaksanakan tugas dan wewenang melakukan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bersifat independen.
Adapun selama ini status KPK bukan bagian dari pemerintah, melainkan lembaga ad hoc independen.
Revisi UU KPK Jalan Terus, Ini 3 Keinginan Jokowi
Pemerintah dan DPR menyepakati pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Kesepakatan itu disampaikan dalam rapat kerja antara Badan Legislasi (Baleg) dengan perwakilan Presiden Joko Widodo, yaitu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019) malam.
"Kami tegaskan kembali bahwa pada prinsipnya kami menyambut baik dan siap membahas usul DPR atas rancangan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dalam rapat-rapat berikutnya," kata Yasonna.

• Fahri Hamzah: Habis Sudah KPK, Makin Kentara Berpolitik, Kasus Budi Gunawan Terulang
• Calon Pimpinan KPK Irjen Firli Dinyatakan Telah Melakukan Pelanggaran Etik Berat
• Komisioner KPK Ini Sebut 3 Pimpinan KPK Ingin Kasus Pelanggaran Etik Firli Bahuri Ditutup
Namun, ada tiga keinginan Presiden Jokowi dalam rancangan revisi UU KPK tersebut.
Pertama, pengangkatan ketua dan anggota dewan pengawas harus menjadi kewenangan presiden.
Alasannya, agar dapat meminimalisir waktu dalam proses pengangkatan dan terciptanya proses transparansi dan akuntabilitas.
"Mekanisme pengangkatan tetap melalui panitia seleksi serta membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap calon anggota pengawas mengenai rekam jejaknya," ujar dia.
Kedua, pegawai KPK semestinya berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut Yasonna, pemerintah membutuhkan waktu dua tahun untuk mengalihkan pegawai KPK menjadi ASN.
"Dalam RUU ini, pemerintah mengusulkan adanya rentang waktu yang cukup (selama 2 tahun) untuk mengalihkan penyelidik dan penyidik tersebut dalam wadah Aparatur Sipil Negara," tutur Yasonna.
"Dengan tetap memperhatikan standar kopetensi mereka, yakni harus telah mengikuti dan lulus pendidikan bagi penyelidik dan penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," sambungnya.
Ketiga, KPK harus sebagai lembaga negara. Hal ini sebenarnya sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 36/PUU-XV/2017 mengenai pengujian Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Dalam aturan itu, dikatakan KPK merupakan lembaga penunjang yang terpisah atau bahkan independen. Lembaga state auxiliary agency ini disebut sebagai lembaga eksekutif independen.
KPK disebut eksekutif karena melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif yakni penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
"Namun demikian, Pemerintah bersedia dan terbuka untuk melakukan pembahasan secara lebih mendalam terhadap seluruh materi muatan dalam RUU tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini," lanjut dia.
Selanjutnya, forum rapat pun membentuk panitia kerja (Panja) sebagai wadah pembahasan masing-masing revisi UU tersebut.
Forum memutuskan, Ketua Panja revisi UU KPK dipercayakan kepada Supratman Andi Agtas.
Ia diketahui juga merupakan Ketua Baleg DPR. Sementara, Ketua Panja revisi UU MD3 dipercayakan kepada Totok Daryanto.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pandangan Presiden, Jokowi Setuju KPK Jadi Lembaga Pemerintah"