Tolak Kebiri Kimia, Aris Terpidana Predator Anak di Mojokerto: Mending Saya Dihukum Mati

Terpidana pemerkosaan 9 anak di Mojokerto, Muhammad Aris (20), takut mendapat hukuman kebiri kimia. Aris memilih untuk dihukum mati

SURYA.co.id/Danendra Kusuma/Febrianto
M Aris saat menjalani pemeriksaan polisi (Kiri). Kanan: M Aris saat menjalani pidana di kepolisian 

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri kimia terpidana kasus pelecehan seksual anak, karena melanggar kode etik kedokteran dan sumpah dokter.

Dokter yang tergabung dalam IDI juga tak memiliki kompetensi melakukan kebiri.

"Masalah kebiri kami terikat dengan fatwa majelis kehormatan etik Indonesia memang kode etik kedokteran Indonesia tidak memungkinkan kita melakukan atau memberikan eksekusi itu. Beresiko sekali," kata Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian Pengurus Besar IDI, Dr dr Pujo Hartono, di RSUD Dr Soetomo, Surabaya, Jawa Timur, Senin (26/8).

Hal ini disampaikan menyusul adanya putusan Pengadilan Tinggi Surabaya terhadap terpidana kasus pelecehan seksual sembilan anak di Mojokerto, Muhammad Aris (20), yang dihukum 12 tahun penjara dan hukuman tambahan suntik kebiri kimia. Putusan itu menguatkan putusan Pengadilan Negeri Mojokerto sebelumnya.

Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya itu berkekuatan hukum tetap atau inkraht karena Aris selaku terpidana tidak mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dalam rentang 14 hari pasca-putusan.

Pujo menjelaskan, selama ini, peran dokter saat jaksa melaksanakan atau eksekusi hukuman mati terhadap terpidana sebatas memastikan meninggal atau belum. Dan belum ada kompetensi untuk menjadi eksekutor hukuman suntik kebiri kimia. "Ini memang sangat berisiko untuk profesi," kata dia.

Pujo menegaskan mendukung kebijakan pemerintah untuk memberikan hukuman seberatnya kepada pelaku kekerasan seksual kepada anak.

Namun, pihaknya menolak dilibatkan sebagai eksekutor hukuman tersebut. "Pelakunya harus dihukum seberatnya karena dampak dan trauma kepada korban. Kami yakini itu, kami menyarankan hukum seberatnya," tutup dia.

Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus Menteri Kesehatan, Prof dr Akmal Taher, SpU(K) mengatakan akan mencari jalan keluar bersama-sama dengan IDI apabila hal tersebut bertentangan dengan kode etik keprofesian atau melanggar sumpah jabatan kedokteran. Namun, atas perintah pengadilan sebagaimana putusan, maka putusan itu harus dilaksanakan.

"Kalau memang seperti itu nanti kita akan duduk sama-sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga untuk mencari jalan keluarnya bagaimana supaya itu bisa dijalankan," ujar Akmal.

 Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) masih mengkoordinasikan petunjuk teknis (juknis) perihal eksekusi hukuman kebiri kimia terhadap terpidana kasus pencabulan Muhammad Aris, menyusul putusan banding dari Pengadilan Tinggi Surabaya yang telah inkrah.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jatim, Richard Marpaung mengatakan, putusan Pengadilan Tinggi Surabaya perihal hukuman tambahan kebiri kimia yang menguatkan vonis Pengadilan Negeri Mojokerto harus dilaksanakan. Hal itu telah sesuai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Putusan dan eksekusi putusan tersebut akan menjadi kali pertama dilaksanakan di Indonesia.  Namun, belum ada petunjuk teknis pelaksanaan hukuman tersebut. Oleh karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung terlebih dahulu.

"Sehingga untuk mengeksekusinya kami perlu berkoordinasi lebih dulu dengan pimpinan di Kejaksaan Agung," ujarnya.

Menurut Richard, Kejari Mojokerto telah meminta sejumlah rumah sakit di wilayah kabupaten setempat untuk melaksanakan hukuman suntik kebiri kimia untuk terpidana Muhammad Aris ini. Namun, tak satupun yang bersedia melaksanakannya dengan alasan belum tersedia fasilitasnya. (tribun network/tribun jatim/coz)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pemerkosa Anak asal Mojokerto Takut Dikebiri: Lebih Baik Saya Dihukum Mati

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved