Awalnya Gubuk Kini Bangunan Permanen, SMP Swasta di Perbatasan Bandung-Sumedang Ini Gratis

Sebuah SMP swasta di perbatasan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung, tepatnya di Desa Tanjungwang

Penulis: Mega Nugraha | Editor: Ichsan
Tribunjabar/Mega Nugraha
SMP swasta di perbatasan Kabupaten Bandung dengan Kabupaten Sumedang 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sebuah SMP swasta di perbatasan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung, tepatnya di Desa Tanjungwangi, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung menggratiskan semua biaya pendidikan.

SMP Djuantika namanya, singkatan dari Ir H Djuanda dan Dewi Sartika, dua pahlawan asal Jabar. SMP ini didirikan pada 2011 bermodalkan gubuk saung beratap injuk, kini sudah menjadi bangunan permanen. Dari semula 10 siswa kini mencapai 113 siswa.

"Ini satu-satunya SMP di desa ini. Didirikan 2011 dan sampai saat ini gratis. Seragam, rompi, batik dan buku disediakan sekolah," ujar Agus Akmaludin (26) Kepala SMP Djuantika ditemui di sela mengajarnya, Jumat (23/8/2019).

Saat ini, operasional sekolah disokong oleh donatur, iuran warga dan bantuan operasional sekolah (BOS) karena sekolah itu sudah berada di bawah Disdik Kabupaten Bandung.

Mau Menjambret Ponsel Wanita, Perampok di Pekalongan Ini Malah Dihajar Mangsanya

Perjuangan mendirikan sekolah satu-satunya di desa itu tidak mudah. Bangunan permanen yang saat ini digunakan terdiri dari tiga ruangan.

Dua ruangan digunakan untuk kelas I hingga III SMP dengan membagi waktu pengajaran. Satu ruangan juga digunakan untuk pendidikan anak usia dini (PAUD).

"Untuk kelas III masuk pagi dan kelas I dan II masuk siang," ujar Agus yang baru lulus kuliah dua tahun lalu ini.

SMP Djuantika saat ini sudah menginduk ke kurikulum nasional. Belum lama ini, Agus mendapat penghargaan Anugerah Prakarsa Jabar dari Gubernur Jabar Ridwan Kamil.

Masuk Kawasan Hotel di Majalengka, Seekor Kukang Jawa Diselamatkan Warga

‎Selama 2011 hingga 2015, sekolah yang semula bernama sekolah rakyat ini menggunakan gubuk saung berdinding terpal. Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar saat itu, menginisiasi untuk menyumbang donasi.

"Setelah itu, warga di sini turut membantu secara gotong royong baik dari segi keuangan istilahnya udunan, maupun gotong royong mendirikan sekolah hingga akhirnya sekarang sudah jadi bangunan permanen," ujar Agus.

Tanah seluas tujuh tumbak dibeli saat itu Rp 1 juta per tumbak. Untuk material bangunan juga dibantu oleh warga.

"Awal-awal kami blusukan ngetuk pintu warga untuk nyari siswa yang mau sekolah. Alhamdulillah sekarang orangtua sudah mau mendaftarkan," ujar Agus.

‎Bukan tanpa sebab Agus Akmaludin dan delapan rekan-rekannya itu mendirikan sekolah di desa di bawah kaki Gunung Masigit Kareumbi, Serewen hingga Kerenceng ini. Jarak desa ini ke SMP terdekat sekitar 10 km atau berada di pusat kota Kecamatan Cicalengka.

Pasangan Muda-mudi Diciduk Satpol PP di Kamar Hotel, Mengaku Sedang Ikuti Kompetisi E-Sport

"Karena di sini tidak ada SMP lagi. Lulusan SD dari keluarga tidak mampu di sini, dulu sedikit yang melanjutkan ke SMP karena jarak yang jauh‎. Belum lagi, ongkos untuk transportasi roda dua yang cukup mahal, untuk pulang pergi saja Rp 30 ribu," kata Agus.

Roni (50), tokoh warga di desa itu membenarkan apa yang dikatakan Agus. Pentingnya pendidikan dasar bagi anak-anak, membuat warga turut bergotong royong membangun sekolah itu.

"Baik bantu uangnya maupun turut secara fisik membangun sekolah. Karena di sini dulu enggak ada SMP, SMP adanya di Cicalengka. Kalau kesana, berat di ongkos," ujar Roni. ‎

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved