Murid SDN Cikandang Lewati Jembatan Rusak di Sumedang, Orang Tua: Anak Saya Tak Bisa Berenang
Murid-murid SDN Cikandang Sumedang terpaksa melewati jembatan rusak. Kedalaman air di bawahnya berkisar antara tiga hingga lima meter.
Penulis: Seli Andina Miranti | Editor: Tarsisius Sutomonaio
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Seli Andina
TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG- Jembatan apung yang menghubungkan rumah penduduk dan SDN Cikandang yang terletak di Dusun Cikandang, Desa Ciranggem, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang memang bukan satu-satunya jalan yang bisa dilewati warga.
Namun jembatan ini merupakan jalur terdekat, karena jalan alternatif lainnya harus memutar hingga 2,5 kilometer.
Tak hanya itu, jalan alternatif tersebut pun berupa jalan tanah yang sangat licin bila sudah terkena air hujan sehingga tidak dapat dilalui kendaraan.
Hal ini disampaikan Suyatni (38), warga Dusun Cikandang, ketika ditemui Tribun Jabar di dekat jembatan apung, Kamis (2/5/2019).
"Ya terpaksa lewat sini, soalnya jalan lainnya memutar jauh dan harus jalan kaki," ujar Suyatni.
Setiap hari, putri Suyatni, Siti (9), melewati jembatan tersebut untuk sampai ke sekolah.
• Momentum Hardiknas, Pemkot Tasikmalaya Wacanakan Daerahnya Menjadi Kota Pendidikan
• Kisah Warkina, Guru Honorer di Cirebon yang Dapat Banyak Penghargaan Hingga Level Nasional

Suyatni mengaku khawatir bila sewaktu-waktu hal yang tak diinginkan terjadi dan putrinya celaka saat melewati jembatan tersebut.
"Takut tiba-tiba jembatannya tenggelam, mana anak saya kan tidak bisa berenang. Takut sebetulnya, tapi mau bagaimana lagi," ujar Suyatni.
Murid-murid SDN Cikandang terpaksa melewati jalan yang berbahaya.
Untuk sampai ke sekolah, para murid harus menggunakan jembatan rusak yang menghubungkan rumah mereka dengan sekolah yang letaknya terhalang Waduk Jatigede.
Jembatan tersebut sudah tak layak guna dan berbahaya, berada di atas permukaan air dan hanya ditahan oleh barel-barel drum kosong.
Pegangannya pun hanya terdiri dari tali tambang. Selain itu, bila digunakan oleh terlalu banyak anak secara bersamaan, jembatan tersebut sedikit tenggelam ke dalam air.
Air di bawah jembatan pun tidak dangkal, warga sekitar menyebut kedalamannya berkisar antara tiga hingga lima meter.
"Pergi sekolah lewat sini tiap hari, soalnya kalau engga ke sini tidak ada jalan yang dekat," ujar Fajar (10), murid kelas 4 SDN Cikandang.
SDN Pasir Kaliki
Bukan hanya murid-murid SDN Cikandang yang harus menempuh jalan berbahaya menuju sekolah tapi juga para guru SDN Pasir Kaliki di Dusun Pasir Kaliki, Desa Ciranggem, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang.
Jarak SDN Pasir Kaliki dengan pusat pemerintahan di Kabupaten Sumedang mencapai 45 kilometer.
Tak hanya itu, jalan yang ditempuh pun tak selalu jalan aspal yang mulus dan lebar. Beberapa bagian jalan berupa tanah merah yang becek dan licin bila sudah diguyur hujan.

Hal ini disampaikan Kepala Sekolah SDN Pasir Kaliki, Rosdiadi (54), ketika ditemui Tribun Jabar di SDN Pasir Kaliki, Selasa (30/4/2019).
"Jalannya kan tanah, soalnya Jalan Lingkar Jatigedenya belum selesai, jadi sekitar 2,5 Kilometer masih tanah liat begitu," ujar Rosdiadi.
• Bangunan SDN Pasir Kaliki Rusak, Tak Dapat Dana Rehabilitasi dari Pemerintah Karena Ini
• SDN Pasir Kaliki di Jatigede Sumedang, Ruang Kelasnya Lapuk, Mulai Lantai hingga Atap Rusak Parah
Rosdiadi mengatakan, bila ada rapat guru atau kepala sekolah di Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang, guru-guru dan kepala sekolah dari Desa Ciranggem langganan terlambat.
Bukan karena jarak 45 kilometer tersebut melainkan karena jalan tanah yang tak bisa dilalui kendaraan bila setelah hujan.
Jangankan kendaraan roda dua, bila malamnya hujan, kendaraan roda empat pun tak mampu melewati jalan licin yang konturnya menanjak, menurun, dan berbelok tajam.
Bila kondisi tanah basah, maka hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki, itu pun tak bisa memakai alas kaki kecuali sepatu boot karena alas kaki akan terlepas atau rusak.
"Apalagi kan kami semua pakainya masih motor, kalau habis hujan itu tidak bisa lewat, yang ada baru satu meter jalan, jatuh," ujar Rosdiadi.
Maka, bila hujan turun di malam hari, para guru dan kepala sekolah terpaksa berangkat pukul 11.00-12.00 meski pertemuan dijadwalkan pukul 09.00 WIB.
Para guru dan kepala sekolah pun terpaksa menunggu jalan tanah tersebut kering sebelum berangkat menuju Kabupaten Sumedang.