Dedi Mulyadi Usul Ibukota Dipindah ke Eks Keresidenan Purwakarta, Nih 4 Alasan Kuatnya

Tokoh masyarakat yang juga Ketua DPD Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengusulkan agar ibukota dan pusat pemerintah dipindahkan

Penulis: Haryanto | Editor: Ichsan
Tribun Jabar/ Haryanto
Dedi Mulyadi 

Begitu rezim Soeharto tumbang, rencana pun terbengkalai. Yang tertinggal sekarang hanyalah kerusakan hutan lindung saja.

Rencana tinggal rencana, yang jelas kondisi Jakarta kini sudah memasuki lampu kuning.

Detik-detik, Bunga Korban Percobaan Perkosaan yang Dibuang ke Jurang Minta Tolong ke Warga

Dalam pemikiran Herdianto, masalahnya bukan hanya sekadar bencana alam seperti banjir, tapi juga daya dukung kota ini.

Jika dihitung menggunakan metode tapak ekologis (ecological footprint) yaitu menghitung luasan lahan produktif yang dapat memenuhi kebutuhan pangan, energi, dan jasa lingkungan penduduk kota, diketahui daya dukung Jakarta ternyata cuma untuk enam juta orang saja.

"Artinya sejak tahun 1986 sudah terlampaui," jelas Herdianto.

Dengan situasi seperti itu, wajar jika akhirnya muncul berbagai masalah yang mencekik leher warganya sendiri.

Kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas, polusi, perumahan yang terbatas, air tanah yang tercemar, sampai wabah penyakit yang selalu terjadi setiap tahun.

Sejumlah ahli bahkan meramalkan, situasi ini bakal semakin memburuk tahun demi tahun ke depan.

Bangunan-bangunan tinggi nan megah, jalanan mulus, insfrastruktur yang relatif baik di Jakarta seolah tidak ada artinya.

Masalahnya, tingkat ketaatan masyarakat terhadap peraturan masih sangat rendah.

Pelanggaran bisa terjadi di mana-mana dan dilakukan siapa saja. Yayat menilai, situasi itu adalah bukti gagalnya proses transisi dari daerah tradisional ke kota modern. 

Masalah juga bisa timbul dari pejabat pemerintah daerah yang menurut Yayat tidak konsisten menerapkan perencanaan yang tertuang dalam rencana tata ruang.

BREAKING NEWS: Bupati Talaud Sri Wahyumi Ditangkap KPK, Ini Foto-foto yang Beredar, Muka Pucat

Banyak bangunan yang menyimpang dari rencaa yang semestinya bersifat jangka panjang itu.

“Busway dan jalan tol dalam kota itu bagus, tapi tidak ada dalam rencana tata ruang,” kata pria kelahiran Medan 1965 itu.

Padahal pembangunan yang jelas-jelas juga merusak perencanaan awal, jumlahnya lebih banyak lagi.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved