Ada Siklon Wallace, BMKG Keluarkan Peringatan, Gelombang Tinggi Juga Berpotensi Terjang Selatan Jawa
Siklon tropis Wallace terpantau. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ) mengeluarkan peringatan dini, Senin (8/4/2019).
Penulis: Yongky Yulius | Editor: Widia Lestari
TROPICAL cyclone atau disebut juga siklon tropis Wallace terpantau berada di Samudera Hindia barat laut Australia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ) pun mengeluarkan peringatan dini, Senin (8/4/2019).
Peringatan dini yang dikeluarkan BMKG lantaran adanya siklon tropis Wallace ini berlaku selama empat hari, mulai dari Senin hingga Kamis (11/4/2019).
BMKG memperingatkan, lantaran adanya siklon tropis Wallace, beberapa wilayah atau perairan di Indonesia berpotensi diterjang gelombang tinggi.
Tak hanya gelombang tinggi, akibat adanya siklon tropis Wallace, BMKG juga menjelaskan, ada pola tekanan rendah 1008 hPa terjadi di Samudra Pasifik utara Papua dan 1008 hPa di Laut Arafuru bagian tengah.
Selain itu, pola angin di wilayah utara Indonesia umumnya dari Barat Laut - Timur Laut dengan kecepatan 4 - 20 knot, sedangkan di wilayah selatan Indonesia umumnya dari Barat Daya - Barat Laut dengan kecepatan 4 - 20 knot.
"Kecepatan angin tertinggi terpantau di Samudera Hindia selatan NTB hingga NTT," tulis siaran pers BMKG, dilansir dari Kompas.com, Senin.
• Jelang Siklon Trevor, Ribuan Orang di Australia Dievakuasi, Apakah Badainya Berdampak ke Indonesia?
"Kondisi ini mengakibatkan peningkatan tinggi gelombang di sekitar wilayah tersebut," sambung pihak BMKG.
Adapun beberapa wilayah yang berpotensi terkena gelombang tinggi 1,25-2,5 meter (sedang), menurut BMKG, di antaranya adalah Perairan Utara Sabang, Perairan Sabang-Banda Aceh, Perairan Barat Aceh, Perairan Barat Kep. Simeulue hingga Kep. Mentawai, Perairan Bengkulu, Samudra Hindia Barat Aceh hingga Bengkulu, Perairan Selatan P. Sumba hingga P. Rote, Selat Sumba bagian Barat, Selat Sape bagian Selatan, Laut Sawu, Laut Timor Selatan NTT, Laut Arafuru bagian Tengah hingga Timur, Perairan Kep. Sangihe hingga Kep. Talaud, Laut Maluku bagian Utara, Perairan Utara Halmahera, Laut Halmahera, Perairan Utara Papua Barat hingga Biak, dan Samudra Pasifik Utara Halmahera hingga Papua.
Lalu, beberapa wilayah yang berpotensi terkena gelombang tinggi 2,5-4 meter (tinggi), seperti Perairan Barat Lampung, Selat Sunda bagian Selatan, Samudra Hindia Barat Lampung, Perairan Selatan Jawa hingga P. Sumbawa, Selat Bali-Selat Lombok-Selat Alas bagian Selatan, dan Samudera Hindia Selatan Jawa hingga NTT.
"Harap memperhatikan risiko tinggi terhadap keselamatan pelayaran, seperti Perahu Nelayan dengan kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1.25 m, Kapal Tongkang dengan kecepatan angin lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1.5 m," tulis BMKG.
"Kapal Ferry dengan kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2.5 m, Kapal Ukuran Besar seperti Kapal Kargo/Kapal Pesiar dengan kecepatan angin lebih dari 27 knot dan tinggi gelombang di atas 4.0 m," tambah BMKG.
• Bibit Siklon Tropis Terpantau BMKG, Jabar Berpotensi Hujan Lebat
Masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir sekitar area tersebut, diimbau oleh BMKG, agar tetap selalu waspada.
Perlu diketahui, menurut laman BMKG, siklon tropis merupakan badai dengan kekuatan yang besar.
Radius rata-rata siklon tropis mencapai 150 hingga 200 km.
Siklon tropis terbentuk di atas lautan luas yang umumnya mempunyai suhu permukaan air laut hangat, lebih dari 26.5 °C.
Angin kencang yang berputar di dekat pusatnya mempunyai kecepatan angin lebih dari 63 km/jam.
Ada enam syarat atau faktor yang dapat menyebabkan terbentuknya siklon tropis:
1. Suhu Permukaan Laut
Suhu permukaan laut sekurang-kurangnya 26.5 derajat celsius hingga ke kedalaman 60 meter
2. Kondisi Atmosfer
Kondisi atmosfer yang tidak stabil yang memungkinkan terbentuknya awan Cumulonimbus. Awan-awan ini, yang merupakan awan-awan guntur, dan merupakan penanda wilayah konvektif kuat, adalah penting dalam perkembangan siklon tropis.
3. Atmosfer Lembap
Atmosfer yang relatif lembap di ketinggian sekitar 5 km. Ketinggian ini merupakan atmosfer paras menengah, yang apabila dalam keadaan kering tidak dapat mendukung bagi perkembangan aktivitas badai guntur di dalam siklon.
4. Jarak dari Katulistiwa
Berada pada jarak setidaknya sekitar 500 kilometer dari katulistiwa. Meskipun memungkinkan, siklon jarang terbentuk di dekat ekuator.
5. Gangguan Atmosfer
Gangguan atmosfer di dekat permukaan bumi berupa angin yang berpusar yang disertai dengan pumpunan angin.
6. Kondisi Angin
Perubahan kondisi angin terhadap ketinggian tidak terlalu besar.
Perubahan kondisi angin yang besar akan mengacaukan proses perkembangan badai guntur.