Eksklusif Tribun Jabar

Bisnis Jembatan Penyeberangan Warga di Saguling, Setahun Bisa Terkumpul Setengah Miliar

Aliran Sungai Citarum yang berakhir di Waduk Saguling membawa berkah bagi sebagian orang. Berkah itu, muncul peluang bisnis jembatan penyeberangan.

Tribunjabar.id/Zelphi
Jembatan Papan Cangkorah: Sejumlah warga melintasi jembatan kayu papan Cangkorah di Desa Cangkorah, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (28/2). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, M Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, SAGULING - Aliran Sungai Citarum yang berakhir di Bendungan Waduk Saguling membawa berkah bagi sebagian orang.

Satu di antaranya keberadaan tiga jembatan kayu yang menjadi jalan alternatif dari satu daerah ke daerah lainnya. Dari tiga jembatan itu, pemiliknya bisa menghasilkan setengah miliar lebih per tahun.

Ketiga jembatan ini dibuat oleh seorang pemilik yang masih bertugas aktif sebagai TNI di Pusdikkav, Padalarang, bernama Sertu Heri Supratikno. Dia memercayakan usaha jembatan ini kepada adiknya, Abdul Gofur, yang selalu mengecek setiap hari.

Menurut Abdul Gofur, usaha membuat jalan penghubung melalui jembatan kayu ini sebelumnya telah mereka lakukan di beberapa daerah sejak 2014, seperti delapan titik di Karawang, dua titik di Surabaya, dan satu titik di Cianjur.

Tetapi, titik yang di Cianjur tak berlanjut sehingga tutup. Dia juga menyebut usaha jembatan ini hasil dari patungan di lingkup keluarganya.

Tutup Pendidikan Pembentukan Bintara Polri, Kapolda Jabar Singgung Potensi Kerawanan Pemilu 2019

Ada tiga jembatan kayu, kata Gofur, yang telah dibuat di Bandung Barat untuk membantu masyarakat, di antaranya Jembatan Jubang, yang menghubungkan Kampung Cibacang dengan Kota Baru Parahyangan, Desa Cipeundeuy, Kecamatan Padalarang; jembatan di Cangkorah-Seketando, yang menghubungkan Kampung Cangkorah dan Kampung Seketando, Desa Cangkorah, Kecamatan Batujajar; dan jembatan di Batujajar-Surapatin, yang menghubungkan Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, dan Desa Girimukti, Kecamatan Saguling.

"Kami berusaha di bidang ini sejak 2014 dimulai di Karawang, Surabaya, dan Cianjur. Ya, sambil usaha juga membantu warga yang biasa memutar jalan jadi lebih jauh," katanya saat ditemui di Jembatan Jubang, Rabu (27/2).

Warga pengguna yang melalui jembatan ini dipatok biaya atau tarif untuk di dua jembatan, yakni Jubang dan Cangkorah Rp 2.000 bagi motor dan Rp 1.000 bagi pejalan kaki.

Di Jembatan Surapatin lebih besar biayanya, yakni Rp 5.000 untuk motor dan Rp 2.000 untuk pejalan kaki.

"Tapi ada saja warga yang lewat tidak bayar dan kami pun tidak bisa memaksa kalau memang tidak punya uang. Masa iya harus kami suruh balik lagi? Kan, gak mungkin," ujarnya.

Kisah Asta, Driver Ojek Online yang Tetap Menjadi Guru Ngaji dan Istikomah Bagikan Nasi Bungkus

Menurut Gofur, penghasilan mereka per bulan dari ketiga jembatan tersebut bervariasi. Jembatan Surapatin rata-rata bisa menghasilkan Rp 30 juta, jembatan di Jubang Rp 9 juta, dan jembatan Cangkorah Rp 15 juta.

"Pendapatan gak tentu, apalagi saat ini musim hujan. Jadi biasanya bervariasi hasil pendapatannya," ujar Gofur saat dihubungi lewat Whatsapp, kemarin.

Izin
Keberadaan ketiga jembatan ini, kata Gofur, telah meminta persetujuan atau izin dari berbagai pihak, seperti warga sekitar, Indonesia Power selaku pemilik aliran Sungai Citarum wilayah Saguling, dan izin ke desa-desa.

"IP ketika kami berencana membuat jembatan ini antusias bahkan awalnya mereka (IP) berencana membuat jembatan ini di wilayah Surapatin itu tapi gak jadi. Kami juga ingin mobil bisa lewat di Jembatan Surapatin itu, tapi gak dapat izinnya, jadi hanya motor," ucapnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved