Tsunami di Selat Sunda
Vulkanolog ITB Sebut 4 Kemungkinan Penyebab Tsunami di Selat Sunda
Berdasarkan data sementara Posko BNPB hingga Senin (24/12/2018) pukul 07.00 WIB, tsunami di Selat Sunda menelan 281 korban meninggal
"Mekanisme satu dan dua ini pernah terjadi pada letusan Krakatau, tepatnya 26-27 Agustus 1883," katanya.
Tsunami tipe ini, ucapnya, seperti tsunami pada umumnya didahului oleh turunnya muka laut sebelum gelombang tsunami yang tinggi masuk ke daratan
Tiga, material gunung api yang longsor bisa memicu perubahan volume air di sekitarnya. Tsunami tipe ini pernah terjadi di Gunung Unzen, Jepang tahun 1972.
Banyaknya korban jiwa saat itu hingga mencapai 15.000 jiwa disebabkan pada saat yang bersamaan sedang terjadi gelombang pasang.
Empat, aliran piroklastik atau yang sering dikenal wedus gembel yang turun menuruni lereng dengan kecepatan tinggi saat letusan terjadi, bisa mendorong muka air jika gunung tersebut berada di atau dekat pantai.
Tsunami tipe ini pernah terjadi saat Gunung Pelee, Martinique, meletus pada 8 Mei 1902.
Saat itu, aliran piroklastik Gunung Pelle yang meluncur dan menuruni lereng akhirnya sampai ke Teluk Naples, mendorong muka laut dan menghasilkan tsunami.
"Volcanogenic tsunami akibat longsor atau pun aliran piroklastik umumnya akan menghasilkan tinggi gelombang yang lebih kecil dibandingkan dua penyebab sebelumnya namun bisa sangat merusak dan berbahaya karena tidak didahului oleh surutnya muka air laut, seperti yang terjadi di Selat Sunda tadi malam," katanya.
Empat hal tersebut, ucapnya, masih perlu dilakukan penelitian dan pendalaman lebih lanjut.
"Diperlukan penelitian lebih lanjut buat memastikan penyebab utama tsunami di Selat Sunda," katanya. (Kontributor Bandung, Agie Permadi)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "4 Kemungkinan Penyebab Tsunami di Selat Sunda Menurut Vulkanolog ITB"
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/kerusakan-pesisir-pantai-di-anyer.jpg)