Menakjubkan, Masjid Jami Pantoloan Tetap Berdiri Gagah, Tsunami Palu Membelah dan Lompati Masjid
Menakjubkan, takzim kepada Allah, kesan yang ditinggalkan Masjid Jami Pantoloan yang masih berdiri gagah. Tsunami Palu membelah dan lompati masjid
Tsunami datang membelah masjid
Suara gemuruhnya masih diingat betul oleh Alif. Hanya berselang beberapa menit usai gempa besar mereda, Alif dan jemaah masjid lain yang berlari ke halaman luar masjid, menyadari suara gemuruh besar datang dari arah laut.
“Suaranya itu besar sekali. Gemuruh setelah gempa. Ternyata itu tsunami. Tingginya setinggi pohon kelapa,” ujar Alif mengingat momen-momen kritis di Jumat petang itu.
Dari kejauhan di arah utara, Alif menyimak betul, gemuruh tsunami Palu yang juga menghantam Donggala datang mendekat.
• Fakta Terbaru Tsunami Palu: Ketinggian Tsunami 11,3 Meter dan Tempuh 468 meter untuk Capai Daratan
“Pertama itu air naik vertikal, berdiri. Air bergerak cepat sekali dari sana (utara) ke mari (ke arah Masjid Jami Pantoloan). Seketika itu kami lari ke atas gunung. Tapi kuasa Allah, tsunami itu dia belah ini masjid. Dia lompati itu masjid, tsunami tidak pernah menghantam masjid,” ujarnya selagi memisahkan kedua tangannya ke kanan dan kiri, menirukan bagaimana air tsunami membelah.
Ya, keajaiban terjadi. Tsunami tak sampai menyapu bersih Masjid Jami Pantoloan. Bahkan, hantaman keras tsunami tidak pernah bertemu dengan dinding Masjid Jami Pantoloan.
Air tsunami itu membelah, membagi dua alirannya tapi menyapu habis pemukiman di sekeliling masjid.
Ketika gulungan tsunami datang, Alif dan jemaah lain berkisah, sempat mengungsi ke atas bukit. Jaraknya tak begitu jauh dengan pesisir pantai.
“Kami lari ke bukit. Selesaikan salat Magrib di atas bukit. Lalu kami kembali ke bawah. Kami kaget masjid nggak kena hantaman (tsunami) itu. Di dalam masjid hanya ada air laut yang pasang saja, setinggi dengkul. Tapi tidak ada yang hancur. Tembok tidak ada yang retak,” kisahnya.
Belasan jemaah Masjid Jami Pantoloan yang kembali turun dari bukit terhenyak melihat kontrasnya kondisi di depan mata mereka. Masjid utuh tanpa sedikitpun ada bekas terkena tsunami, tapi di sekeliling masjid rumah rata dengan tanah, jenazah korban tergeletak kaku dalam spasi tiap beberapa meter.
“Di sini, di sekeliling masjid, semua ada jenazah karena memang rumah padat sekali di sekitar masjid itu. Jemaah masjid yang bantu pertama kali evakuasi jenazah. Kami pinggirkan semua di halaman masjid. Tapi alhamdulillah tidak ada jenazah yang terlempar sampai ke dalam (masjid),” ujar Alif.
• Kabur Setelah Gempa dan Tsunami Sulteng, 100 Narapidana Kembali ke Rutan Donggala
Berkisah serupa dengan Alif, Bahtiar (49) jemaah lain Masjid Jamik Pantoloan pun menyimak langsung, betapa tsunami hanya melintas di samping masjid. Meski selamat, Bahtiar harus mengikhlaskan ibundanya wafat diterjang tsunami.
Jumat (28/9) petang itu, setelah gempa besar, Bahtiar seketika mengingat kondisi ibunya. Dari masjid ia berlari ke rumahnya yang berjarak hanya puluhan meter.
“Saya gendong ibu, tiba-tiba air tsunami mendorong tubuh saya sampai tenggelam. Saya terseret 200 meter. Ibu terlepas dari punggung. Di dalam air tsunami, saya diblender sudah. Saya hanya bisa berzikir,” kisahnya.
Bahtiar selamat setelah sebatang kayu menjepit kakinya. Hempasan tsunami tak sampai membuat Bahtiar hanyut karena kakinya tersangkut. Ketika tsunami surut, kakinya sempat terluka karena kuatnya jepitan kayu.