Hari Kartini
Kartini Meninggal Setelah Melahirkan, 100 Tahun Kemudian Angka Kematian Ibu Melahirkan Masih Tinggi
Para dokter di era modern menengarai preeklampsia atau tekanan darah tinggi pada ibu hamil sebagai musababnya.
Dia menikah cukup umur meski perkawinan tersebut memupus mimpinya melanjutkan studi.
Baca: Kuahnya Kaya Rempah dan Segar, Sop Buntut Santosa Cafe Patut Anda Cicipi
Baca: Kisah Seorang Pengantar Barang yang Bekerja Sambil Mengajak Ibunya yang Menderita Alzheimer
Seratusan tahun setelah era Kartini, praktik pernikahan dini ternyata masih lazim ditemui di Indonesia. Musababnya belum berubah, malah ditambah dengan fenomena pergaulan bebas dan maraknya media sosial.
Kesehatan reproduksi perempuan yang menikah di bawah umur masih belum siap. Begitu pula mental dan kemampuannya menjadi istri, apalagi ibu.
Menurut badan dunia Unicef, risiko tinggi kematian membayangi perempuan yang melahirkan di bawah 18 tahun. Jadilah kita tahu bahwa pernikahan dini dan tingginya angka kematian ibu melahirkan itu memang berkelindan.
Marilah kita memaknai ulang peringatan Hari Kartini itu setelah membaca data-data tersebut. Jelas ada persoalan struktural dan kultural dalam pemenuhan hak asasi perempuan terkait tingginya angka kematian ibu melahirkan.
Pemerintahan saat ini, di semua tingkatan, memerlukan terobosan kreatif dan langkah paripurna dalam mengatasinya. Jika tidak, 200-an tahun setelah Kartini meninggal, situasinya masih tetap sama: gelap. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Kartini Meninggal Setelah Melahirkan