Kisah Inspiratif
Kisah Kakek Sebatang Kara di Cianjur, Tinggal di Gubuk Kumuh Beratapkan Tenda
Keluarga adiknya juga tergolong kurang mampu dan hanya mengandalkan buruh tani untuk. . .
Penulis: Ferri Amiril Mukminin | Editor: Fauzie Pradita Abbas
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ferri Amiril Mukminin
TRIBUNJABAR.ID, CIANJUR - Kisah sedih dialami seorang kakek yang hidup sebatang kara dalam sebuah gubuk dengan kondisi sakit.
Abah Encep (80) begitu warga sekitar memanggilnya.
Kakek berusia lanjut tersebut tinggal di gubuk berukuran 3x2 meter tak jauh dari kandang kambing.
Gubuknya beralamat di Kampung Pasir Batu, Desa Sukasari, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur.
Abah Encep tinggal sebatang kara setelah istrinya meninggal.
Anak perempuan satu-satunya kini telah menikah dan tinggal berpisah dengan dirinya.
Sehari-hari Abah Encep yang saat ini menderita sakit di bagian mata sebelah kiri dan tak bisa melihat hanya mengandalkan belas kasihan dari keluarga dekat di kampung dan para tetangga.
Gubuk yang dihuni Encep sengaja dibangun karena ia tak mau menyusahkan keluarga adiknya.
Alhasil Encep memilih tinggal di dekat kandang kambing.
Keluarga adiknya juga tergolong kurang mampu dan hanya mengandalkan buruh tani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kondisi Encep kin tak sebugar dulu.
Ia sudah tak mampu lagi pergi ke sawah dan menjadi buruh tani.
Saat ditemui, Kamis (1/3/2018) siang, ia terlihat sedang tertidur menyamping sambil memeluk lututnya.
Ia tidur beralaskan beberapa helai sarung.
Pintu gubuknya dibiarkan terbuka.
Tubuh kurusnya bisa terlihat dari jalan setapak di pinggir kampung tersebut.
Mendengar ada keponakannya yang memanggil, Encep berusaha untuk bangun.
Namun perlahan karena pandangannya sepertinya sudah sedikit kabur.
"Siapa ya," katanya sambil berusaha memfokuskan pandangan ke arah pintu.
Setelah sadar ada beberapa orang yang menghampiri gubuknya Encep mengatakan bahwa ia mulai tak bisa melihat jelas karena hanya menggunakanmata sebelah.
"Mata kiri terkena pecahan kayu saat memotong kayu," katanya pelan.
Pendengarannya pun mulai terganggu. Hal itu terlihat dari percakapan dalam suara yang keras saat keponakannya menjelaskan ada yang datang.
Keponakan Encep, Siti Sarifah (32), sehari-hari mengantar makanan alakadarnya.
Siti mengatakan ia pun datang dari keluarga yang kurang mampu.
"Kami sempat tawarkan untuk tinggal bersama di rumah, namun Abah menolak dan lebih nyaman tinggal di gubuk ini. Bukannya tak kasihan, Abah yang ingin tinggal di sini, tapi kami selalu menjenguknya setiap hari," kata Siti.
Siti mengatakan Abah selalu berujar jika ia ingin tinggal bersama dengan anaknya.
Namun kondisi serupa juga dialami oleh anaknya yang belum mampu untuk merawat Abah.
"Anaknya juga belum mempunyai rumah," ujar Siti.
Siti mengatakan kondisi anaknya juga sedang sakit saat ini.
Abah mengatakan ia sangat ingin mempunyai rumah yang layak.
Namun keluarga Siti hanya mampu membuatkan saung kecil hanya untuk tempat berteduh seadanya.
Itupun hanya berjarak satu meter dari kandang kambing. "Maaf abah tak pakai baju karena di sini panas kalau siang hari, jadi abah buka saja pintunya," ujar Abah Encep.
Tubuh kurusnya terlihat lemas, Abah mengeluh saat ini semua bagian badannya terasa pegal.
Sambil memegang kaki dan bagian punggung Abah seperti memperlihatkan beberapa bagian badannya yang sakit.
Siti mengatakan, Abah Encep maupun keluarganya selama ini tak tersentuh bantuan sosial maupun pemberian beras rastra. Mereka mengatakan sangat berharap bantuan tersebut karena sudah mendengar dari para tetangga.
"Kami tak masuk dalam daftar penerima bantuan itu pak, termasuk Abah Encep," kata Siti.
Siti sangat berharap ada dermawan yang terketuk hatinya untuk menolong Abah Encep yang masih saudaranya.
"Beberapa kali kami sempat membawa Abah ke Puskesmas untuk berobat, namun semakin hari kondisinya terlihat semakin lemah," kata Siti.
Siti tak menghilangkan jasa beberapa dermawan yang sempat datang ke gubuk Abah Encep. Mereka ada yang memberi beras, uang untuk berobat, dan makanan lainnya.
Beberapa di antaranya menyarankan untuk memindahkan Abah Encep.
Namun Abah Encep sudah tak memiliki lagi tanah untuk membangun rumah.
"Jika ada dermawan kami sudah mengikhlaskan sebagian tanah untuk membangun rumah untuk Abah Encep. Dulu sempat punya tanah, namun dijual mungkin karena terbebani kebutuhan ekonomi juga," ujar Siti.
Suara kambing terus bersahut-sahutan tak jauh dari gubuk Abah Encep.
Kandang yang berjarak satu meter dari gubuk membuat bau tak sedap dari kandang kambing sesekali terbawa angin memenuhi ruangan gubuk Abah Encep.
Tak sulit menemukan rumah Abah Encep.
Dari Jalan Raya Kandangsapi-Cimuti terdapat pertigaan menuju Kampung Pasir Batu sekitar 30 menit dari alun-alun Cianjur.
Warga di ujung gang pun sudah banyak yang mengenal kisah Abah Encep.
Masuk sekitar satu kilometer, ada sebuah gang dekat sebuah masjid yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua.
Gubuk Abah Encep berada di sebuah kebun tak jauh dari gang tersebut.(fam)
