Hanya Mampu Beli 1,5 kg Beras per Hari untuk Menghidupi 18 Orang, Begini Kisah Tragis Masiah
Masiah (60) beserta keluarganya yang berjumlah 18 orang harus berbagi nasi setiap harinya agar semua bisa makan.
Penulis: Siti Masithoh | Editor: Isal Mawardi
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Siti Masithoh
TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Masiah (60) beserta keluarganya yang berjumlah 18 orang harus berbagi nasi setiap harinya agar semua bisa merasakan nikmatnya makan.
Masiah beserta keluarganya tinggal di Blok Kebon Gede Rt 12/04 Desa Sarabau Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon.
Di dalam rumah yang masih beralas tanah itu, Masiah hidup bersama empat orang anaknya yaitu Dayati (45), Farida (40), Casnadi (38), dan Neneng (33).
Ketiga anaknya tersebut sudah menikah kecuali Casnadi.
Baca: Miris! Terdapat 141 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Sepanjang 2017 di Garut
Jadi, dalam satu rumah tersebut Masiah dan suaminya hidup bersama empat orang anak, tiga menantu, dan sembilan cucunya.
Dalam sehari, keluarga tersebut hanya mampu membeli beras 1,5 kg.
"Sebenarnya tidak cukup, tapi dicukupkan saja, seorang berapa suap agar semua terbagi," kata Masiah saat ditemui di rumahnya, Kamis (8/2/2018).
Setiap harinya Masiah harus menghidupi suami dan keluarganya.
Baca: Banyaknya Penyandang Gangguan Jiwa yang Tikam Ustaz, Masyarakat Diminta untuk Tidak Terprovokasi
Suami Masiah, Suparta (62), tidak bekerja karena sakit-sakitan.
Nenek itu sudah bekerja menjadi karyawan pembuat batik selama 38 tahun.
Setiap harinya, Nenek Masiah bekerja mulai pukul 07.00 WIB-16.00 WIB dan memperoleh upah Rp 15.000.
Dalam sehari, ke-18 orang tersebut hanya makan maksimal dua kali sehari.
Tak hanya Masiah, kedua anaknya, Dayati dan Farida juga pegawai pengrajin batik.
Sedangkan Neneng setiap harinya bekerja sebagai pengumpul barang bekas.
Dan anak laki-lakinya, Casnadi, hanya bekerja serabutan.
Mewahnya Skuat Persib Bandung Dibanding 4 Semifinalis Piala Presiden 2018 https://t.co/rbYKCHM6zb via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) February 8, 2018
"Saya setiap hari kerja mengumpulkan barang bekas dan memperoleh upah Rp 15.000," kata Neneng sambil menggendong anaknya.
Saat Tribun Jabar mengunjungi rumah Masiah, atapnya banyak yang bolong, alas rumahnya masih tanah, setiap sudut ruangnya juga tampak terlihat kotor.
Tak hanya itu, tempat tidur di setiap kamar juga sangat lembab dan lusuh.
"Kalau hujan, rumah kami pasti bocor, masih banyak atap yang bolong," kata Masiah sambil mengusap air matanya.
Semua barang-barang yang digunakan di rumah tersebut juga dapat dikategorikan tidak layak pakai.
Tembok rumahnya masih setengah bata dan setengah asbes.
"Rumah ini merupakan rumah warisan orang tua saya," kata Masiah kepada Tribun Jabar.
Tak ada pentilasi udara yang masuk ke dalam rumah. Hanya ada satu kamar mandi untuk 18 orang tersebut.
Bahkan, Masiah, Suparta, dan Neneng terbiasa tidak menggunakan sandal karena tidak sanggup membelinya.
"Jangankan membeli sandal, untuk makan saja kami harus berbagi," kata Masiah.
Meskipun demikian, keluarga ini tetap semangat bekerja setiap hari.