Mau Ikut Investasi Bitcoin? Perhatikan Dulu Hal Ini
Nilai tukar bitcoin yang begitu tinggi bisa membuat orang yang melihatnya tergiur dan. . .
Penulis: Fauzie Pradita Abbas | Editor: Fauzie Pradita Abbas
TRIBUNJABAR.CO.ID, BANDUNG - Nilai tukar bitcoin yang begitu tinggi bisa membuat orang yang melihatnya tergiur dan berkali-kali menimbang untuk mulai ikut berinvestasi.
Apalagi dengan berandai, jika dulu membeli bitcoin senilai Rp 1.000 dollar AS atau sekitar Rp 13,3 juta saja, nilainya sekarang sudah melonjak hingga di kisaran 39.000 dollar AS atau setara Rp 518 juta.

Pengandaian seperti ini tentu ada di kepala banyak orang. Tapi bukan berarti ini hal yang tepat untuk dilakukan.
Tingkat keberhasilannya sulit ditakar.
Bila benar-benar ingin mencoba investasi bitcoin, menurut Grealish, Anda harus lebih dulu menyiapkan mental.
Pasanglah mindset layaknya seorang angle investor yang ikhlas mengucurkan dana pada usaha rintisan baru.
"Anda mesti siap untuk kehilangan segalanya," ujar Grealish.
2. Nilai bitcoin sulit diprediksi
Bitcoin merupakan salah satu mata uang digital, bukan perusahaan.
Karena itu tak ada arus uang yagn bisa dianalisa atau laporan keuangan untuk menentukan waktu investasi.
Kendati demikian, orang-orang yang meyakini bitcoin menganggap bahwa mata uang digital itu akan digunakan banyak orang di masa depan.
Entah kapan terjadinya.
"Bitcoin adalah hal yang baru mengemuka karena didorong oleh spekulasi. Kami menyarankan kewaspadaan tingkat tinggi terhadapnya," terang Grealish.
3. Ada pilihan investasi lain
Bila memang Anda memiliki dana dan sangat ingin berinvestasi, masih ada banyak cara lain yang bisa dipilih.
Misalnya, Anda bisa membuat tabungan khusus untuk situasi darurat atau membuat tabungan dana pensiun, yang lebih aman.
"Jika uang Anda terbatas, bermain bitcoin adalah hal yang sangat berisiko, spekulatif. Anda bisa mengalokasikan uang itu untuk hal lain saja," saran Chantel Bonneau, seorang perencana keuangan dari Northwestern Mutual.
"Sesuatu yang menarik tidak berarti baik untuk didekati," pungkasnya.
Goldman Sachs Peringatkan Risiko Investasi Bitcoin

Bank terkemuka AS Goldman Sachs menyatakan kondisi mata uang virtual bitcoin kini sudah mencapai bubble.
Kondisi ini adalah ketika harga suatu instrumen investasi melonjak sangat tinggi hingga mengancam stabilitas keuangan.
Bahkan, Goldman Sachs menyatakan bubble bitcoin lebih dahsyat dibandingkan bubble dot-com dan bubble tulip di Belanda yang terjadi pada abad ke-17 silam.
Hal ini diungkapkan Goldman Sachs dalam laporan risetnya kepada investor.
Mengutip CoinDesk, Rabu (24/1/2018), para analis Goldman Sachs memperingatkan terkait peningkatan harga mata uang virtual, termasuk di dalamnya pergerakan harga bitcoin dan ethereum, juga peningkatan harga saham perusahaan-perusahaan yang terkait dengan blockchain.
Salah satu perusahaan yang dimaksud adalah semisal The Crypto Company yang harga sahamnya melonjak lebih dari 17.000 persen sebelum Komisi Bursa Efek dan Sekuritas AS (SEC) mensuspensi perdagangannya.
"Kami menganggap konsep mata uang digital yang didukung teknologi blockchain mempunyai mafaat seperti kemudahan eksekusi secara global, biaya transaksi yang lebih rendah, penurunan korupsi karena semua transaksi bisa dilacak, keamananan kepemilikan, dan sebagainya," tulis Goldman Sachs.
Bahkan, pada tahun lalu, ada perbedaan harga hingga 4.000 dollar AS atau setara sekitar Rp 53,6 juta di antara satu pusat perdagangan dengan yang lainnya pada saat yang sama.
Selain itu, biaya transaksinya juga sebenarnya tinggi.
Namun demikian, Goldman Sachs memandang tidak ada risiko bahwa inflasi bitcoin dan mata uang virtual lainnya akan berdampak pada ekonomi AS maupun global.
"Kami tidak meyakini bahwa anjloknya harga bitcoin akan menimbulkan efek besar bagi perekonomian atau pasar finansial global," terang Goldman Sachs.
Bisa Anjlok 90 Persen?
Harga mata uang virtual bitcoin diprediksi bisa anjlok hingga 90 persen.
Direktur investasi Bleakley Advisory Group Peter Boockvar mengatakan, dirinya tak bisa mengestimasi kapan itu akan terjadi, namun ia merasa akan terjadi dalam waktu dekat.
"Ketika sesuatu menjadi parabolis seperti ini, biasanya akan berakhir di mana parabola itu terjadi," ujar Boockvar seperti dikutip dari CNBC, Selasa (23/1/2018).
Boockvar pun menuturkan, dirinya tidak terkejut apabila tahun depan harga bitcoin anjlok ke 1.000 dollar AS hingga 3.000 dollar AS atau setara sekitar Rp 1,34 juta hingga Rp 4 juta.
Bitcoin mencapai kisaran harga tersebut pada 12 bulan lalu.
Sore ini, harga bitcoin berada pada level 10.638,17 dollar AS atau setara sekitar Rp 142,54 juta menurut laman CoinDesk.
Sebab, kebijakan easy money bank sentral dirancang untuk meringankan dampak krisis keuangan global.
"Anda harus membayangkan jika kita tidak pernah mendengar soal quantitative easing, apakah akan ada mata uang virtual?" ujar dia.
Boockvar menuturkan, ketika pasar mata uang virtual anjlok, maka perilaku investor terkait risiko aset akan berubah.
Menurut dia, pasar saham bisa saja ikut melemah, namun ini tergantung pula dengan psikologis investor dan fundamental ekonomi.