Jalur Sesar Lembang
EKSKLUSIF: Kawasan Cigadung Padat Penduduk dan Tak Ada Jalur Evakuasi Jika Terjadi Gempa
Dampak gempanya akan seperti yang pernah terjadi di Bantul, Yogyakarta. Analogi sederhananya seperti itu. Dampak seperti ini bukan hanya di Cigadung
Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Kisdiantoro
TRIBUNJABAR.CO.ID, BANDUNG - Untuk mengurangi risiko terjadinya bencana akibat pergerakan Sesar Lembang di kawasan Cigadung, 50 relawan muda yang tergabung dalam ASEAN Youth Volunteer Program (AYVP) 2017 melakukan penelitian di kawasan tersebut, mulai Selasa (9/7) ini.
Penelitian dilakukan di RW 9 dan RW 14 Kelurahan Cigadung. Kedua RW ini dipilih karena dinilai merepresentasikan permukiman padat penduduk yang ada di berbagai wilayah Kota Bandung.
Ketua Pelaksana Penelitian AYVP 2017, yang juga bagian dari Tim Mitigasi Kebencanaan ITB, Irwan Meilano, mengatakan, kedua RW ini juga dipilih karena di kedua RW tersebut hampir tak ada jalur evakuasi yang bisa dipergunakan saat terjadi bencana.
Padahal, kata Irwan, jarak Kelurahan Cigadung dengan Sesar Lembang hanya sekitar lima kilometer. Merujuk pada riset yang pernah beberapa kali dilakukan oleh para peneliti ITB yang bekeja sama dengan LIPI dan Badan Geologi, 2011, dampak guncangan bisa signifikan.
"Dampak gempanya akan seperti yang pernah terjadi di Bantul, Yogyakarta. Analogi sederhananya seperti itu. Dampak seperti ini bukan hanya di Cigadung, tapi di Cekungan Bandung," ujar Irwan.
Penelitian yang dilakukan oleh 50 relawan yang ia pimpin ini, menurut Irwan, diharapkan dapat menemukan solusi yang tepat untuk mengurangi risiko kebencanaan.
Penelitian bukan diartikan untuk menakut-nakuti masyarakat, melainkan justru untuk mengedukasi masyarakat tentang dampak bencana kegempaan jika gempa bumi dari Sesar Lembang terjadi.
Hal senada dikatakan Nuraini Rahma Hanifa, Koordinator Program AYVP 2017 dari ITB. Bersama masyarakat, ujarnya, para peneliti akan mendesain solusinya.
"Di permukiman padat ini biasanya saat terjadi gempa, kan, yang utama adalah jalur evakuasi untuk penyelamatan pertama. Dengan begitu, warga tahu harus lari ke arah mana dulu, kanan atau kiri di gang-gang itu jika terjadi bencana, agar tidak saling bertabrakan," ujarnya.
Dalam kegiatan penelitian ini, para peneliti juga akan melakukan pelatihan simulasi bencana sehingga saat terjadi gempa masyarakat sudah mengetahui apa yang harus dilakukan.
"Kami juga akan memberikan pengetahuan desain rumah antigempa, sekaligus cara menata barang-barang di rumah agar tidak menghalangi penghuni saat berlari untuk mengevakuasi diri," ujarnya.
Jika penelitian yang dilakukan selama dua minggu ini menghasilkan solusi yang mumpuni, kata Nuraini, hasil penelitian ini bisa diformulasikan di berbagai daerah pada penduduk lainnya di zona rawan bencana di Indonesia. (tim)