Jejak Penyebar Islam
Mama Eyang Rende, Kiai Berilmu Tinggi yang Kerap Diremehkan Karena Pakaian Compang-camping
Di masa kecilnya Mama Rende hidup sangat sederhana karena, sejak kecil dirinya sudah ditinggalkan sang ayah dan sang kakak
Penulis: Mumu Mujahidin | Editor: Kisdiantoro
Tidak hanya menuntut ilmu beliau pun terlibat peperangan di negeri Arab sana bahkan beliau mampu mengalahkan ratusan prajurit hingga beliaupun semakin disegani dan dihormati, di tanah Arab serta harum namanya, sebagai ulama dari tanah Jawa.
"Setelah menuntut ilmu di Arab 10 tahun lebih, beliau kembali ke Jawa untuk kembali meleksanakan syiar islam dan menyebarkan ilmunya di daerah Cikalongwetan dan menetap di Kampung Rende sampai beliau wafat di sini," tuturnya.
Sesampainya di Rende Mama menikah kembali dengan Umi Uhe dan dikaruniai seorang anak. Kini ratusan orang dari seluruh Indonesia kerap datang ke Rende untuk mendoakan beliau dengan berziarah ke makam Eyang Mama Rende terlebih di bulan Rajab dan Maulid.
Makam beliau dilindungi pagar baja yang mengelilinginya serta dilindungi dengan bangunan permanen yang dibangun pada tahun 2004. Kemudian dibangun kembali majelis khusus jemaah yang ingin berziarah pada tahun 2011.
Selain makam dan rumah beliau (yang sudah direnovasi) satu-satunya peninggalan yang sangat unik adalah bedug yang berusia sekitar 80-90 tahun. Bedug ini terbuat dari kayu gelondongan berdiameter 60-70 cm dan panjang 190 cm, terbuat dari Kayu Puspa yang sangat kuat tidak mudah keropos sama sekali.
Sementara kulit sapi terpasang apik dengan menggunakan pancuh bambu sehingga terkesan klasik. Meski sudah diganti puluhan kali (kulit) bedug peninggalan Mama Rende ini tetap menyimpan kisah dan menjadi salah satu bukti sejarah. (mud)