SOROT
Uang Dimas Kanjeng
Sebelum berbentuk fisik seperti saat ini, uang memiliki sejarah panjang.
Sugiri U. A
Wartawan Tribun
UANG selalu menjadi magnet kuat untuk menarik pandangan manusia. Bukan hanya manusia yang sudah berumur tapi juga anak-anak. Uang sebagai alat tukar atau standar pengukur nilai yang sah, dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu, punya nilai macam-macam.
Sebelum berbentuk fisik seperti saat ini, uang memiliki sejarah panjang. Uang timbul bagian proses karena yang didapatkan manusia tak bisa untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Akibatnya, ada sistem pertukaran barang ke barang. Misalkan, kita punya beras sedangkan orang lain punya ikan dan sebaliknya, bisa saling bertukar. Hal itu dinamakan barter.
Sistem itu tidak berjalan mulus karena banyak kesulitan di antaranya menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya. Kesulitan lainnya dalam hal memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya.
Tanpa bercerita panjang, sampailah zaman sekarang. Uang menjadi alat transaksi jual beli, termasuk jasa, baik itu berbentuk fisik maupun tidak. Uang juga menjadi ukuran jelas seseorang berada di level mana kehidupannya. Jika banyak uang, dia bisa disebut kaya sebagai fungsi uang untuk menimbun kekayaan. Sebaliknya, disebut miskin kalau tak memilikinya.
Karena tuntutan hidup itulah, banyak orang berlomba-lomba mencari uang. Ada yang bekerja keras dan ada pula yang berharap pada hal-hal lain, misalkan pesugihan. Istilah pesugihan sudah terdengar dari dahulu kala. Misalkan, untuk kaya harus menikah dengan jin atau makhluk yang perlu keahlian khusus untuk melihatnya. Ada juga yang harus melakukan ritual tertentu di tempat yang dianggap punya kekuatan magis, seperti kuburan.
Belakangan, jalan cepat untuk kaya, yang bertentangan dengan rasionalitas masyarakat awam, terkuak lewat Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Pemilik Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo, Jawa Timur, itu sekarang mendekam di sel karena terjerat kasus pembunuhan. Di luar itu, dia dianggap orang hebat oleh pengikutnya karena bisa mengadakan uang atau emas.
Ribuan pengikutnya itu bukan hanya dari kalangan biasa saja tapi juga berpendidikan tinggi. Satu di antaranya Marwah Daud Ibrahim. Mantan anggota DPR RI lulusan S3 di The American University Washington DC itu menjadi ketua yayasan di Padepokan Dimas Kanjeng. Marwah juga aktif di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
Banyak orang terheran-heran dengan pilihan Marwah. Apalagi, dia membela habis-habisan Taat bahkan dengan ayat-ayat Alquran. Jika Taat bisa menggandakan atau mengadakan uang, seperti dibilang mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, dalam acara di sebuah televisi, itu adalah kesalahan. Seperti definisinya, uang hanya bisa dikeluarkan oleh pemerintah dengan jumlah peredarannya yang dibatasi karena bisa jadi pemicu inflasi. Jika uang yang beredar lebih banyak dari barang, harga barang akan naik. Sebaliknya, jika uang beredar lebih sedikit ujungnya harga barang lebih murah. Hal itu pula yang mendasari pemerintah tak jor-joran mencetak uang yang secara logika bisa untuk membayar utang luar negeri yang semakin menumpuk.
Akan menjadi masalah yang sama jika Taat dengan kekuatannya mengadakan uang. Artinya, selain Bank Indonesia sebagai otoritas pencetak uang, ada pabrik lain meski tanpa alat cetak karena hanya dengan simsalabim bisa menghasilkan uang untuk alat tukar yang sah. Apalagi, diyakini, bukan hanya Taat yang dianggap bisa mengadakan atau menggandakan uang di Indonesia ini.(*)