Sorot

Pelonco yang Beradab

SEBETULNYA tak ada yang salah dengan kegiatan perpeloncoan.

Penulis: Darajat Arianto | Editor: Dedy Herdiana
TRIBUN JABAR
Darajat Arianto, Wartawan Tribun Jabar. 

Oleh: Darajat Arianto, Wartawan Tribun Jabar

SEBETULNYA tak ada yang salah dengan kegiatan perpeloncoan. Menurut KBBI, pelonco artinya pengenalan dan penghayatan situasi lingkungan baru dengan mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang dimiliki sebelumnya. Aktivitas ini biasanya ditujukan bagi mereka yang mulai memasuki dunia baru semacam pendidikan, organisasi atau komunitas tertentu, sehingga perlu diberikan materi orientasi untuk mengenali kondisi lingkungan dan suasana di tempat baru itu.

Jika melihat maksud pelonco seperti itu tentu tak ada masalah. Namun karena konotasi pelonco sudah keburu negatif, membuat sejumlah pihak ingin mengganti format pelonco.

Perpeloncoan sering dicap kegiatan yang tak bermanfaat dan tidak mendidik. Apalagi jika peserta didik dibebani dengan tambahan berbagai atribut yang tak ada kaitannya dengan dunia pendidikan, seperti memakai kaus kaki beda warna, bawa balon gas, karung goni sebagai tas, sapulidi bahkan harus bawa dot untuk bayi. Belum lagi kata-kata kasar dan bentakan terpaksa harus diterima bagi mereka yang tidak membawa barang yang diperintahkan.

Karena itulah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengeluarkan surat edaran berupa larangan sekolah mengadakan aktivitas penerimaan siswa baru dengan perpeloncoan. Mendikbud meluncurkan Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) berkarakter untuk para pelajar yang baru masuk. Anies meminta kepada para orang tua agar dapat menjalin komunikasi dan kolaborasi dengan para pendidik di sekolah (guru). Menurutnya, pendidik di rumah dan sekolah (guru, Red) harus kolaborasi dan komunikasi. "Bila karakter terbentuk baik, maka akan memiliki pribadi yang kuat. Ini konsep yang amat menarik. Karakter bukan sekadar contoh, tetapi kebiasaan," kata Anies saat launcing PLS pada musim penerimaan siswa baru di SMAN 8 Bandung, Selasa (18/7).

Di Kota Bandung, program PLS berkarakter ditambahkan Bandung Masagi. Menurut Wali Kota Bandung, M Ridwan Kamil, Masagi itu paripurna, kokoh, ajeg dalam semua sisi kehidupan. Itulah yang membuat simbol Bandung Masagi ialah, pohon dan karakternya itu akar.

"Kalau akarnya kuat, maka akan berbuah dan hasil yang bagus. Begitu pun jika prosesnya baik, maka hasilnya baik. Sehingga, Bandung Masagi harus mengakar dimana kita hidup. Bandung masagi juga dasar filosofi lokalitas, yakni empat dasar di antaranya, silih asih, silih asah, silih asuh, dan silih wawangi," ucap Kang Emil.

Sebelum PLS, istilah yang beken antara lain Ospek kependekan dari Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus dan MOS atau Masa Orientasi Sekolah. Dari sisi nama tampaknya tidak masalah, hanya kegiatannya yang sering dipermasalahan. Terutama bentuk kegiatan yang "aneh-aneh" yang seringkali tak ada sangkut pautnya dengan pendidikan. Kalau pun dengan dalih untuk mendisiplinkan, tentu tidak seharusnya dengan cara dibentak-bentak.

Banyak cara yang lebih santun dan beradab dalam mendisiplinkan siswa baru. Misalnya dengan membiasakan hadir tepat waktu. Ini semua tujuannya agar seseorang lebih bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. Dengan cara demikian, diharapkan lahir insan-insan yang peduli lingkungan, peduli sesama dan berempati pada sesama manusia. Jadi, apa pun namanya dalam masa pengenalan sekolah atau kampus, yang penting adalah bentuk kegiatannya harus berorentasi pada manfaat yang besar terutama bagi peserta. (*)

Naskah ini juga bisa Anda baca di edisi cetak, Tribun Jabar, Jumat (22/7/2016). Ikuti berita menarik lainnya melalui akun twitter: @tribunjabar dan fan page facebook: tribunjabaronline.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved