BPJS Kesehatan
DPR Minta Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Ditunda
KENAIKAN iuran BPJS Kesehatan memberatkan rakyat.
Editor:
Oktora Veriawan
JAKARTA, TRIBUN - Keputusan Presiden Joko Widodo yang menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menuai polemik.
Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah menunda implementasi Peraturan Presiden (Perpres) No 19 tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan.
Poin penting yang menjadi perhatian Komisi IX DPR adalah pasal 16F yang memuat iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) bagi peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja alias pekerja mandiri dan pengusaha dan profesional.
Komisi IX meminta agar iuran JKN untuk golongan PBPU kelas III tidak naik. DPR juga meminta pemerintah mengaudit rencana kenaikan iuran dengan manfaat yang diterima peserta.
Dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Kementerian Kesehatan (Kemkes), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Keuangan (Kemkeu) serta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang digelar Rabu (16/3) malam, delapan fraksi setuju usulan penundaan kenaikan iuran bagi peserta PBPU.
Yakni Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Golkar, Fraksi Demokrat, Fraksi Hanura, Fraksi PPP dan Fraksi PAN. Adapun Fraksi PKS dan Fraksi Gerindra meminta Perpres 19 tahun 2016 dicabut.
Fraksi yang meminta kenaikan iuran peserta PBPU ditunda menyampaikan alasan, selama ini pelayanan kesehatan kepada para peserta JKN belum memuaskan.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf menyatakan, Komisi IX akan segera mengirim surat kepada pimpinan DPR atas hasil keputusan rapat kerja itu.
"Selanjutnya nanti pimpinan DPR akan mengirim surat ke presiden," ujarnya, Rabu (16/3) malam.
Dede menambahkan, idealnya, kenaikan iuran JKN bagi peserta PBPU ditunda hingga tahun depan.
Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago mengaku sangat kecewa karena pemerintah tidak bisa menjelaskan secara rinci alasan kenaikan iuran JKN bagi PBPU.
Sebelum menaikkan iuran bagi peserta PBPU, Komisi IX DPR meminta BPJS Kesehatan mempertanggungjawabkan empat hal. Pertama, pelayanan kesehatan yang belum memuaskan.
Kedua, kinerja BPJS untuk meningkatkan kepesertaan mandiri. Ketiga, audit investigasi terkait transparansi keuangan. Keempat, laporan pendistribusian kartu PBI.
"Sebelum empat poin itu dilakukan dan diselesaikan, Komisi IX DPR tetap tidak akan menyetujui kenaikan iuran JKN bagi peserta PBPU," kata Irma.
Berefek pada mismatch
Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Bayu Wahyudi menuturkan, kenaikan iuran JKN bagi peserta PBPU sudah diperhitungkan dengan matang.
Menurutnya, selama ini porsi klaim peserta PBPU paling tinggi. Hingga akhir tahun 2015 saja, kata Bayu, prosentase klaim peserta PBPU mencapai 280% dibanding jumlah iuran yang dibayar.
Sedangkan peserta penerima upah (PPU), rasio klaim terhadap iurannya sekitar 80%. Sayangnya, Bayu tak merinci jumlah klaim dari peserta PBPU.
Bila penyesuaian iuran JKN bagi peserta PBPU ditunda dari rencana semula yakni per 1 April 2016, imbasnya ketidaksesuaian antara iuran dan manfaat (mismatch) BPJS Kesehatan akan naik.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris memperkirakan, dengan memperhitungkan kenaikan iuran JKN dari PBI saja, potensi mismatch BPJS Kesehatan tahun ini sekitar Rp 9,79 triliun.
Nah, dengan kenaikan iuran PBPU, BPJS Kesehatan berharap potensi mismatch ini bisa ditekan lebih rendah lagi. Bayu bilang, bila rencana kenaikan iuran bagi peserta PBPU ditunda, bisa jadi potensi mismatch tahun ini bakal kembali menjadi sekitar Rp 9,79 triliun.
Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek menuturkan, Kementerian Kesehatan tidak dapat memutuskan sikap secara sepihak atas rekomendasi komisi IX DPR.
"Ini bukan merupakan keputusan Kemkes, ini harus jadi keputusan bersama," kata Nila.(*)
Berita Terkait