Bubulusukan

KATA blusukan mungkin tak lama lagi akan diakui sebagai kata bahasa Indonesia, tercantum di KBBI, meskipun masih ditandai keterangan bahwa

Penulis: Hermawan Aksan | Editor: Darajat Arianto
* Hermawan Aksan, Wartawan Tribun

KATA blusukan mungkin tak lama lagi akan diakui sebagai kata bahasa Indonesia, tercantum di KBBI, meskipun masih ditandai keterangan bahwa kata itu berasal dari bahasa Jawa. Kata ini sulit dicari padanannya dalam bahasa Indonesia, tapi belakangan makin luas dipakai untuk menunjukkan aktivitas pejabat yang mengunjungi tempat-tempat kumuh dan miskin.

Pada KBBI ada kata belusuk, tapi artinya ular laut yang berbisa. Dalam bahasa Sunda juga ada kata bubulusukan, dengan arti yang lebih kurang sama dengan blusukan. Sayangnya, saya mesti lebih rajin membuka kamus bahasa Sunda untuk menemukan arti bubulusukan secara tepat dan apakah benar kata dasarnya bulusuk. Ada kata lain yang mirip, belesek atau ngabelesek, yang mengandung makna melesak ke dalam lumpur.

Dalam bahasa Jawa, kata blusuk dan blesek mempunyai arti "masuk". Kalau orang menulis kalimat berbunyi "Diblusukake" atau "Diblesekake ing lendhutan", artinya dimasukkan ke dalam lumpur. Jika orang mengatakan bahwa perjalanannya keblusuk-blusuk, artinya orang itu dalam perjalanannya sampai masuk ke tempat-tempat yang tidak dia kenal.

Istilah blusukan menunjuk pada laku berkelana masuk ke sana-sini, untuk mengenal keadaan dan kondisi suatu tempat secara alami atau secara kultural, dan lebih jauh berupaya menemukan solusi terhadap masalah yang dialami tempat tersebut.

Kata blusukan memang makin akrab di telinga setelah Jokowi terpilih menjadi gubernur DKI. Ia gemar pergi ke sudut-sudut kumuh di Ibu Kota, berjalan kaki melintasi gang-gang untuk bertemu dengan masyarakat bawah, memeriksa gorong-gorong dan tembok tanggul yang ambrol diterjang banjir, dan sebagainya. Tentu saja ada pro dan kontra.

Belakangan, kata blusukan makin ngetop dan terkesan berbau politis setelah SBY mengunjungi sebuah kampung nelayan di Tangerang. Banyak yang menilai SBY meniru Jokowi, yang kemudian dibantah beramai-ramai oleh tokoh-tokoh Partai Demokrat.

Jokowi sendiri tidak merasa gaya blusukan-nya yang keliling dari satu kampung ke kampung lain ditiru oleh SBY. Ia mengatakan, SBY sudah jauh lebih dulu blusukan. "Bapak Presiden sudah blusukan sejak lama, sebelum saya jadi gubernur," kata Jokowi, setelah blusukan ke kawasan Kedoya Utara, Jakarta Barat, Sabtu lalu.

Menurut Jokowi, blusukan merupakan hal wajar yang dilakukan oleh seorang pemimpin. "Itu (blusukan) merupakan kebutuhan Bapak Presiden untuk menggali informasi langsung dari masyarakat sehingga beliau bisa mendengar langsung suara rakyatnya," katanya.

Jokowi benar. Para pemimpin sukses adalah mereka yang suka blusukan. Umar bin Khattab dicatat namanya sebagai pemimpin hebat karena suka blusukan. Umar bin Abdul Aziz, yang hanya 2,5 tahun memerintah, juga dicatat sebagai pemimpin kelas dunia karena suka blusukan.

Satu hal perlu dicatat, tentu, blusukan jangan sampai dibebani upaya pencitraan, tapi benar-benar karena ikhlas demi rakyat, seperti yang dilakukan kedua Umar. Jadi, siapa pun, Wali Kota Bandung, Gubernur Jabar, para bupati dan wali kota daerah lain, sering-seringlah blusukan, atau bubulusukan, tidak perlu terbebani penilaian meniru Jokowi—dan dijalankan tidak hanya di masa sebelum pilkada. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved