Lidah Tak Bertulang
Artinya, lebih kurang, bicara tanpa dipikir lebih dulu, yang akhirnya menyakitkan hati orang. Peribahasa ini setara dengan memang lidah tak bertulang
Penulis: Hermawan Aksan | Editor: Darajat Arianto
ABONG lètah teu tulangan, biwir teu diwengku. Artinya, lebih kurang, bicara tanpa dipikir lebih dulu, yang akhirnya menyakitkan hati orang. Peribahasa ini setara dengan memang lidah tak bertulang. Ungkapan lain yang bernuansa agak berbeda adalah keseleo lidah, yang berarti salah ucap, entah disengaja entah tidak.
Konon memang lidah lebih tajam daripada pedang. Karena itu, supaya tidak menimbulkan akibat yang menyakitkan, hendaklah kita menjaga lidah. Entah mengapa belakangan banyak pejabat negeri kita yang kerap salah ucap.
Taufiq Kiemas pernah salah mengucapkan nama presiden pada saat pelantikan tahun 2009. Ia juga pernah membaca sila ketiga Pancasila "Persatuan Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan...." dan sila kelima "Keadilan sosial bagi bangsa Indonesia".
Para tokoh Partai Demokrat kerap salah ucap, atau menjadi contoh bahwa abong lètah teu tulangan, ketika ia bilang "Satu rupiah saja korupsi, gantung saya di Monas." Rekan Anas di Demokrat kerap mengeluarkan ucapan yang kontroversial pula. Sebut saja Ruhut Sitompul, Sutan Bathoegana, Ramadhan Pohan, dan terakhir Achmad Mubarok. Anggota Dewan Pembina Demokrat itu, kemarin, mengatakan mundurnya Tere dari partainya tidak akan berpengaruh besar. Demokrat, kata dia, tidak akan rugi apa pun. "Orang rebutan ingin masuk Partai Demokrat," katanya. (Mungkin benar, Bung Mubarok, Demokrat tidak rugi dengan perginya Tere. Tapi orang-orang yang berebutan masuk Demokrat itulah yang membuat negeri ini rugi.)
Entah apakah bicara tanpa dipikir lebih dulu, entah semacam keseleo lidah, dalam sebuah acara di Sabuga kemarin dikabarkan Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf menyebut pilar pertama dari empat pilar kebangsaan adalah UUD 1945. Mungkin Dede lupa pelajaran PMP ketika SD dan SMP yang menempatkan Pancasila di urutan pertama, baru kemudian UUD 1945. Dede juga mengatakan di Jabar tidak ada pertambangan. Apakah emas, gas, dan bijih besi bukan termasuk pertambangan menurut Dede? Entahlah. Dede juga menyebut jumlah anggota DPR RI 90 orang. Oh, oh, ini DPR periode kapan, ya?
Seorang anggota DPR, Tubagus Hasanudin, mengaku kecewa terhadap tiga poin pernyataan Dede itu. "Saya dan kita semua sebagai bagian warga masyarakat Jabar kecewa atas imajinasi dan kemampuan Wakil Gubernur Jabar," ujarnya. Dede sendiri hanya berkomentar pendek ketika menanggapi pernyataan Hasanudin. "Kritik wajar, ga ada tanggapan," katanya.
Jika benar Dede telah keseleo lidah, kita berharap dia akan menyadarinya, kemudian menjelaskan apa yang terjadi dan tidak ada salahnya meminta maaf kepada warga Jabar. Salah ucap, baik disengaja maupun tidak, akan menimbulkan akibat. Mulutmu harimaumu, kata peribahasa. (*)