Sejarah Bandung
Taman Tegallega, Dulu Jadi Tempat Balap Kuda Favorit Orang Belanda
Diceritakan dulu jadi tempat pacuan kuda, dinas masih kesulitan cari literasi tentang Taman Tegallega tempo dulu.
Penulis: Syarif Pulloh Anwari | Editor: taufik ismail
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Syarif Pulloh Anwari
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Taman Tegallega Bandung tak hanya terkenal dengan monumen atau Tugu Bandung Lautan Api saja. Sebelum kemerdekaan Indonesia, sekitar tahun 1941, taman ini dikenal sebagai tempat balap kuda atau pacuan kuda.
Taman Tegallega yang memiliki luas kurang lebih 19 hektare konon dijadikan orang-orang Belanda kala itu sebagai tempat balap kuda, meskipun bukti catatan atau buku yang mencatat cerita itu masih belum ditemukan.
Menurut Kepala UPT Tegallega, Wenny Handajani Prawirakusumah, terkait taman Tegallega dijadikan sebagai tempat balap kuda oleh orang-orang Belanda masih katanya.
Pihaknya belum menemukan atau mendapatkan catatan atau buku yang menceritakan hal tersebut.
"Dulu katanya itu tempat berkumpulnya para Belanda, dipakai untuk acara untuk pacuan kuda, sebelum kemerdekaan, sekitar tahun 1941 dipakai sebagai tempat pacuan kuda," ujar Wenny Handajani Prawirakusumah saat dihubungi Tribun Jabar melalui sambungan telepon, (7/1/2019).
Wenny mengatakan sejarah Tegallega di dalam buku Profil Taman Konservasi Tegallega hanya menceritakan asal-usul nama Tegallega.

Di dalam buku tersebut menyebutkan pada tahun 2008 nama Tegallega bernama Taman Konservasi Tegallega dan akhirnya berubah nama pada tahun 2017 menjadi Taman Tegallega Bandung.
Nama Tegallega merupakan gabungan dua suku kata dalam bahasa Sunda, yaitu kata ” tegal ” yang artinya lapangan dan “lega” artinya luas.
Warga asli Tegallega, Rozki Irawan (43), mengatakan cerita kakek nenek moyangnya, bahwa Taman Tegallega terkenal dengan tempat balap kuda sekitar tahun 1970-an.
"Dulu, kan, Taman Tegallega ini namanya Taman Ria, katanya buat balap kuda atau pacuan kuda," ujarnya.
Rozki menceritakan Taman Tegallega selain dijadikan tempat pacuan kuda juga sebagai tempat nonton layar tancap.
"Saya pernah lihat dulu, masih ada patung keong emas, masih ngelihat ada yang ngadain nonton lacar tancap, disebutnya misbar artinya gerimis bubar, jadi kalau lagi nonton terus hujan pada bubar itu sekitar tahun 1980," ujarnya.