Cegah Dualisme Kewenangan: Muliaman Hadad Tegaskan Batas Jelas BP BUMN dan Danantara

Danantara berperan sebagai strategic investment manager yang tidak hanya mengelola BUMN eksisting, tetapi juga menarik investasi global.

Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
tribunjabar.id / Nappisah
Seminar Nasional bertajuk “Amandemen UU BUMN: Danantara”, di Swiss-Belresort Dago Heritage, Bandung. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Transformasi besar tengah terjadi dalam sistem pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Melalui undang-undang tersebut, Kementerian BUMN digantikan oleh Badan Pengatur BUMN (BP BUMN) sebagai regulator, sementara Danantara hadir sebagai superholding yang berfungsi layaknya Sovereign Wealth Fund (SWF) nasional. 

Model baru ini diarahkan untuk memangkas birokrasi, meningkatkan efisiensi, serta mengoptimalkan investasi dan aset produktif negara.

Diketahui, Danantara berperan sebagai strategic investment manager yang tidak hanya mengelola BUMN eksisting, tetapi juga menarik investasi global untuk memperkuat ekonomi nasional.

“Melalui Danantara, pengelolaan aset dan investasi negara dipisahkan dari fungsi regulasi. Pemerintah fokus pada kebijakan, sementara Danantara bertindak profesional layaknya Temasek Holdings di Singapura atau Khazanah Nasional di Malaysia,” ujar Wakil Ketua Pengawas Danantara, Muliaman Hadad, dalam Seminar Nasional bertajuk “Amandemen UU BUMN: Danantara”, di Swiss-Belresort Dago Heritage, Rabu (12/11/2025). 

Namun, Muliaman menegaskan pentingnya batas tegas antara BP BUMN dan Danantara agar tidak terjadi dualisme kewenangan.

“Kewenangan saham tetap di BP BUMN, sedangkan Danantara fokus pada pengelolaan dan ekspansi bisnis. Semua harus berjalan dalam koridor hukum dan prinsip Good Corporate Governance (GCG),” tegasnya.

Dia juga membandingkan Danantara dengan lembaga Sovereign Wealth Fund lain di dunia. 

Saat ini terdapat lebih dari 100 SWF global yang mengelola aset lebih dari US$12 triliun, sebagian besar beroperasi di Timur Tengah, Asia, dan Eropa.

Agar dipercaya investor global, Danantara diharapkan menerapkan Santiago Principles, standar tata kelola internasional yang menjamin transparansi, akuntabilitas, dan manajemen risiko yang sehat.

“SWF adalah mesin ekonomi yang menjaga stabilitas jangka panjang. Mereka berinvestasi dalam proyek strategis, mengundang investor lain, dan bisa melipatgandakan dampak ekonomi hingga tujuh kali dari modal awal,” ujar Muliaman.

Kendati demikian, transformasi ini memunculkan satu kekhawatiran, yakni “kebal hukum” bagi pengelola Danantara.  

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Fakultas Hukum UI Prof. Hikmahanto Juwana menyebut perlunya membedakan antara kerugian korporasi dan tindak pidana korupsi.

“Kerugian di tubuh BUMN atau Danantara bukan otomatis kerugian negara, kecuali jika disebabkan oleh niat jahat atau perbuatan melawan hukum. Artinya, jika ada unsur korupsi, tetap bisa dipidana,” ujarnya.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved